SEJARAH
NASIONAL INDONESIA
RIGO FIRMANTO (06121404008)
PENDIDIKAN SEJARAH 2012
DOSEN : Syarifuddin,S.Pd,M.Pd
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2012/2013
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan atas kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
Kerajaan Banjar.Makalah ini di buat guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah
Nasional Indonesia II.
Kami
mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah memebantu kami
sehingga makalah ini dapat di
selesaikann tepat pada waktunya .Makalah ini jauh dari kesempurnaan ,oleh karna
itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi sempurnanaya makalah ini.Semoga makalah
ini memberi imformasi dan berguna bagi
kita semua.
Indralaya.5 April 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR 2
DAFTAR
ISI 3
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang 4
1.2 Rumusan
masalah 4
1.3 Tujuan
penulisan 4
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Awal berdirinya
kerajaan banja 5
B.
Sistem Pemerintahan 6
C.
Sultan yang pernah
memerintah 6
D.
Wilayah kekuasaan 8
E.
Masuknya pengaruh
Belanda 8
F.
Pengaruh Belanda di
Kesultanan Banjar 9
G.
Masa pelawanan terhadap
Belanda 13
H.
Akhir dari Kerajaa
Banjar 17
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan 18
Daftar Pustaka
19
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sudah kita
ketahui begitu banyak munculnya kerajaan islam setelah runtuhnya kekuasaan
Hindu Budha di Indonesia ,hal tersebut tidak lepas dari berbagai faktor
.Munculnya kerajaa islam pun tidak hanya muncul di wilayah jawa melainkan
hampir di sekur pulau di nusantara tampa terkecuali pulau kalimantan dan hal
tersebut tidak lepas dari faktor perdagangan yang berkembang pada saat itu
,Munculya Kerajaan yang bercorak islam di kalimantan yang berpusat di
Banjarmasin saat ini memdorong kami untuk mencari informasi imformasi tentang
kerajaan ini,selain itu kerajaan ini juga ambil bagian dalam melawan kolonian
Belanda di nusantara.
1.2 Rumusan Masalah
·
Bagaimana awal
munculnya kerajaaa banjar ?
·
Bagaimana sistem
pemerinthan dan Siapa saja sultan yang memerintah serta wilayah kekeuasaan Banjar?
·
Bagaimana awal ,peran
serta perlawanan rakyat Banjar terhadap Kolonial Belanda ?
·
Dan bagaimana akhir
dari kerajaaan banjar ?
1.3
Tujuan penulisan
Agar pembaca dapat lebih mempunyai informasi tentang
kerajaan banjar ini dan segala sesuatu yang berkenaan dengan kerajaan banjar
tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
KERAJAAN
BANJAR
A. Awal
Berdirinya Kerajaan Banjar
Kemunculan Kerajaan Banjar tidak lepas dari melemahnya
pengaruh Negara Daha ( kerajaan
hindu yang ada ki kalimantan selatan
yang berpusat di sungai nagara atau amuntai kini) sebagai kerajaan yang
berkuasa saat itu. Tepatnya pada saat Raden Sukarama memerintah Negara Daha,
menjelang akhir kekuasaannya dia mewasiatkan tahta kekuasaan Negara Daha kepada
cucunya yang bernama Raden Samudera. Akan tetapi, wasiat tersebut ditentang
oleh ketiga anak Raden Sukarama yaitu Mangkubumi, Tumenggung dan Bagulung.
Karna hal itu dan Raden Samudra baru berumur 7 tahun maka yang menggan tikan Sukarama saat ia wafat ialah anak tertuanay
yaitu Mangkubumi namun ia tidak berkuas
lama karna ia terbunuh olehpegawai istana atas hasutan Tumenngung setelah
Mangkubumi wafat maka Temenggung lh yang menjadi raja.
Raden Samudera sebagai pihak yang kalah melarikan diri
dan bersembunyi di daerah hilir sungai barito. Dia dilindungi oleh kelompok
orang melayu yang menempati wilayah itu. Kampung orang melayu itu disebut
kampung oloh masih yang artinya kampung orang melayu pimpinan Pati Masih. Lama
kelamaan kampung ini berkembang menjadi kota banjarmasih karena ramainya
perdagangan di tempat ini dan banyaknya pedagang yang menetap. Dalam pelarian
politiknya, raden Samudera melihat potensi Banjarmasih dengan sumber daya
manusianya dapat dijadikan kekuatan potensial untuk melawan kekuatan pusat,
yaitu Negara Daha.Dalam serangan pertamanya Raden samudra berhasil menguasai
pelabuhan muara Bahan yang mana pelabuhan ini sering di kunjungi oleh pedagang
dari jawa,malaka bahkan gujarat.Setelah beberapa serangan selalu seimbanag maka
Patih menyarankan kepada Raden Samudra
agar meminta bantuan ke Demak.Dan yang menjadi Sultan Demak waktu itu ialah
Sultan Trenggono,dimana ia bersedia membantu
Raden Samudra tetapi Raden Samudra harus masuk agama islam,kemudian
Raden Samudrapun menyanggupi sarat yang di berikan demak tersebut.Kemudian
Demak mengirim seribu tentara untuk memebantu raden Samudra dan mengirim
seorang penghulu (Khatib Dayan) untuk mengislamkann rakayat banjar.Setelah
mendapat bantuan demak akhirnya Raden Samudra memenagkan pertempuran tersebut
dan memeluk islam dan naik tahata dengan gelar Sultan Suryanullah atau
Suriansyah.
B. Sistem
Pemerintahan
Sejak awal didirikanya kesultanan banjar telah
menjalin ikatan dengan kesultanan Demak dijawa.Hubungan tersebut adalah salah
satu sikap politik yang di ambil oleh Sultan Samudra untuk mrnghindari ancama
dari luar misalnya penduduk pedalaman kalimantan selatan.Selain itu sikap yang
menempatkan agama islam sebagai agama resmi di banjar hal tersebut agar
kesultanan banjar mudah dalam menjalin hubungan dengan kerajaan islam di
nusantara. Dan sistem pemerintahan
banjar mirip dengan sistem kesultanan di jawa yang mana kraton merupan miniatur
kosmis yang raja atau sultan sebagai pusatnya.Dan dibwah raja ada yang disebut
mangkubumi yang memilikipengaruh besar karna ia terdiri dari keluarga sultan
dan masih adalagi jabatan dibawahy mangkubumi.Sistem pemerintahan kesultanan
banjar juga mengatur tentang perdagangan di banjar,dimana sultan mengangkat
seorang kepala pelabuhan yang sering di sebut dengan kiai pelabuahan yanag
mengatur perdagangan dalan wilayah banjar dan seorang Syahbandar yang mengatur
perdagangan luar negeri. Dam menurut Amir hasan kiai bondan (yang di kutif di
dalam edham ae al eds 2003 di melayu .com)
pada saat banjar di perintah oleh Sultan Adam Al Wasik Billah (awal abad
19) terjadi perubahan sistem pemerintahan yang menghasilkan beberpa jabatan
yaitu:
·
Mufti adalah hakim
tertinggi
·
Qadi adalah kepala
urusan agama
·
Penghulu adalah hakim
rendah
·
Lurah adalah pembantu lalawangan
(kepala distrik)
·
Pembakal adalah kepala
kampung
·
Mentri adalah orang
yangberjasa
·
Tutliakampung adalah
orang yang terkemuka
·
Panakwan adalah orang
kepercayaan sulatan yang bebas dari pajak.
C. Sultan
yang Pernah Memerintah
·
Pangeran Samudra (152-1545) yang kemudian bergelar Sultan
Suriansyah, Raja pertama yang memeluk Islam .Sejak ia memerintah kerajaan banjar memperluas
kekeuasaannya sampai Sambas,Batang lawai sukadana,Kotawaringin,Sampit.Madawi
dan sampai Sambangan,dam selalu
mengirimkan upeti ke demak.
·
Sultan Rahmatullah (1545-1570)
Masih mengirmkan upeti ke demak yang waktu itu sudah
menjadi pajang.
·
Sultan Hidayatullah (1570 - 1595 )
·
Sultan Mustain Billah, Marhum
Penambahan (1595 - 1620 )
yang dikenal sebagai Pangeran Keci dan
mennghimpun kekeuatan yang besar sampai 50.000 prajurit dan mampu membendung pengaruh politik dari tuban ,arusbaya dan
mataram . serta hampir mengusai hampir wilayah kalimantan .Sultan inilah yang
memindahkan Keraton Ke Kayutangi, Martapura, karena keraton di Kuin yang hancur
diserang Belanda pada Tahun 1612
·
Ratu Agung bin Marhum Penembahan
yang bergelar Sultan Inayatullah (1620 - 1637 )
·
Ratu Anum bergelar Sultan Saidullah
(1637 - 1642 )
·
Adipati Halid (1642 - 1660 ) memegang jabatan sebagai Wali
Sultan, karena anak Sultan Saidullah, Amirullah Bagus Kesuma belum dewasa
·
Amirullah Bagus Kesuma (1660 - 1663
)
memegang kekuasaan hingga 1663, kemudian Pangeran Adipati Anum (Pangeran Suriansyah) merebut kekuasaan dan memindahkan kekuasaan ke Banjarmasin
memegang kekuasaan hingga 1663, kemudian Pangeran Adipati Anum (Pangeran Suriansyah) merebut kekuasaan dan memindahkan kekuasaan ke Banjarmasin
·
Pangeran Adipati Anum (1663 - 1679 )
setelah merebut kekuasaan memindahkan pusat pemerintahan Ke Banjarmasin bergelar Sultan Agung
setelah merebut kekuasaan memindahkan pusat pemerintahan Ke Banjarmasin bergelar Sultan Agung
·
Sultan Tahlilullah (1679 - 1700 )
·
Sultan Tahmidullah bergelar Sultan
Kuning (1700 - 1734 )
·
Pangeran Tamjid bin Sultan Agung,
yang bergelar Sultan Tamjidillah (1734 – 1759)
·
Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah
(1759 - 1761 )
·
Pangeran Nata Dilaga (1761 - 1801 )
sebagai wali putera Sultan Muhammad Aliuddin yang belum dewasa tetapi memegang pemerintahan dan bergelar Sultan Tahmidullah
sebagai wali putera Sultan Muhammad Aliuddin yang belum dewasa tetapi memegang pemerintahan dan bergelar Sultan Tahmidullah
·
Sultan Suleman Al Mutamidullah bin
Sultan Tahmidullah (1801 - 1825 )
·
Sultan Adam Al Wasik Billah bin
Sultan Suleman (1825 - 1857 )
·
Pangeran Tamjidillah (1857 – 1859)
·
Pangeran Antasari yang bergelar
Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mu'mina
(1859 - 1862)
·
Sultan Muhammad Seman (1862 - 1905 )
yang merupakan Raja terakhir dari Kerajaan Banjar
D.
Wilayah Kekuasaan
Selain
wilayah kerajaan negara
daha yang di takhlukan oleh raden samudra wilayah kesultanan ada beberapa wilayah. Menurut Medwar saleh ( 1978:18 yang di kutif di edham
edesi 2003 dan di muat dalam
melayu.com) di adakanya perjanjian antara
Belanda dan Kerajaan Banjar yang kala itu di perintah oleh Sultan Adam al wasik billah yang membagi wilayah banjar
menjadi 4 bagian yaitu:
·
Terletak di sebelah
kanan sungai martapura –kalayan,sebelah pinggir kanan sungai kuwin dan barito
dimana disi terletak bekas istana banjar yang telah hancur karena serangan
belanda.
·
Di sungai martapura
meliputi sungai
riam kanan dan rianm kiwa
·
Wilayah banua amapat
meliputi banua halat,banua gadung.parigi,lawahan-tabaruntung.dan di lawahan
mengalir sungai muning
·
Dan di wilayah banua
lima meliputi,nagara,amountai,alabio.kaula dan sungai banar
E.
Masuknya Pengaruh belanda
Banjarmasin sebagai
ibukota Kesultanan Banjar mulai berkemban menjadibandar perdagangan yang besar.
Para pedagang dari berbagai suku datang ke Banjarmasin untuk mencari berbagai
barang dagangan seperti ladahitam, rotan, damar, emas, intan, madu, dan kulit
binatang (Ideham,2007:20). Khusus lada hitam, komoditi yang satu ini saat itu
menjadi primadona dalam perdagangan internasionalSelain berfungsi sebagai
bandar perdagangan, penduduk di Banjarmasin(Orang Banjar) juga banyak yang
berstatus sebagai pedagang. Mereka juga melakukan perdagangan sampai ke Pulau
Jawa, tepatnya ke pelabuhan Bantam (Banten). Lewat perdagangan tersebut,
informasi tentang bandar perdagangan di Banjarmasin sampai ke telinga orang
Belanda.Kontak awal antara para pedagang Banjar dengan Belanda terjadi sekitar tahun 1596 M, ketika Orang Banjar berdagang ke
Banten .Dari sinilah Belanda tahu bahwa di Banjarmasin terdapat komoditi lada hitam yang mempunyai nilai ekonomi tinggi di
pasaran internasional. Pertemuan dengan
para pedagang Banjar tersebut kemudian berlanjut dengan pengiriman ekspedisi oleh Belanda ke
Kesultanan Banjar pada tahun 1603 M di bawah pimpinan Admiral van Wouwijck .Tujuan
pengiriman ekspedisi tersebut adalah untuk menjalin hubungan perdagangan antara Belanda dan Sultan Mustain
Billah. Pada tanggal 14 Februari 1606,
Belanda kembali mengirimkan ekspedisi ke Kesultanan Banjar, tetapi ekspedisi kedua ini gagal
karena semua orang Belanda yang turut dalam ekspedisi kali ini dibunuh oleh
Orang Banjar .Terbunuhnya orang-orang Belanda oleh Orang Banjar membuat Belanda
semakin berambisi untuk memaksakan hubungan dagang, bahkan jika perlu menguasai
Kesultanan Banjar. Maka dikirimlah ekspedisi ketiga pada tahun1612 M. Menurut
Irwin (dikutip dalam Ideham, 2007:21dan di muat dalam melayu.com) , ekspedisi
kali ini diperkuat dengan pengiriman kapal perang, yaitu de Hzewind, de Brack,
de Halve Maan, dan Klein van de Veer. Akibat serbuan Belanda, Sultan Mustain
Billah terpaksa memindahkan pusat pemerintahan ke Martapura.Upaya Belanda untuk
menjalin hubungan dagang dengan Kesultanan Banjar lewat ekspedisi pada tahun
1612 tidak sepenuhnya berhasil. Sekitar tahun 1635, Belanda memaksa Sultan Ratu
Agung bin Marhum Penembahan yangbergelar Sultan Inayatullah untuk menandatangani perjanjian monopoli lada
hitam dengan harga yang ditetapkan oleh Belanda. Perjanjian tersebut tidak
berjalan lancar karena pada tahun 1638 orang-orang Belanda dibunuh dan
kapal-kapal perangnya ditenggelamkan oleh Orang Banjar .
F. Pengaruh Belanda di Kesultanan Banjar
Sulitnya
menjalin hubungan dengan Kesultanan Banjar membuat Belanda bersiasat untuk
menunggu tanpa mengurangi gairahnya untuk menguasai perdagangan lada hitam di
Kesultanan Banjar. Siasat Belanda ini
menemukan waktu yang
tepat ketika terjadi suksesi kepemimpinan (perebutan tahta) di Kesultanan
Banjar, antara Pangeran Muhammad Aminullah, anak dari Sultan Kuning dengan
Hamidullah, adik dari Sultan Kuning .Perebutan tahta diawali ketika Sultan
Kuning wafat pada tahun 1734 M dengan meninggalkan seorang puter yang masih berusia
sekitar 5 tahun yang bernama Muhammad Aminullah . Sebagai pengampu tahta
sementara, ditunjuk adik Sultan Kuning bernama Hamidullah, yang setelah diangkat,
bergelar Sultan Tamjidillah I. Setelah Muhammad Aminullah dewasa dan meminta
tahta Kesultanan Banjar, ternyata Sultan Tamjidillah I tidak memberikan hak
tersebut kepada Muhammad Aminullah. Muhammad Aminullah bahkan hanya diberikan
jabatan mangkubumi dan dikawinkan dengan puteri sulung Sultan Tamjidillah
I.Belanda yang sejak awal berniat untuk menanamkan pengaruh di Kesultanan Banjar
melihat peluang untuk mendekati salah satu pihak dalam perebutan tahta. Belanda
akhirnya mendekati Sultan Tamjidillah I. Berkat bantuan dari Belanda, Muhammad
Aminullah terus dipojokkan dengan cara ditahan di istana. Tetapi pada tahun
1753 M, Muhammad Aminullah berhasil
melarikan diri ke
Tabanio, suatu daerah yang terletak di Tanah Laut, ujung selatan dari
Kalimantan Selatan yang menghadap ke barat laut Jawa. Di tempat tersebut,
Muhammad Aminullah berkomplot dengan beberapa bajak laut dan membangun markas
perlawanan dengan tujuan awal mengacaukan jalur perdagangan dari dan menuju ke
Kesultanan Banjar. Sebagai balasan atas jasanya dalam mendesak Muhammad
Aminullah untuk keluar dari istana, Belanda memaksa Sultan Tamjidillah I untuk
menandatangani perjanjian perdagangan lada hitam pada tahun 1747 M dan izin untuk
mendirikan kota di Tabanio . Belanda
yang telah menanamkan pengaruh di
Kesultanan Banjar, melalui siasat politiknya, juga menjalin hubungan dengan
Muhamamad Aminullah yang telah bergabung dengan komplotan bajak laut di
Tabanio. Belanda melihat kekuatan kelompok Muhammad Aminullah untuk memotong jalur perdagangan
di Kesultanan Banjar mempunyai
akibat yang cukup besar.Salah satu rencana Belanda untuk menguasai perekonomian lada
hitam bisa menjadi kacau jika terus
menerus mendapat gangguan dari Muhammad Aminullah. Inilah alasan Belanda untuk
mendekati Muhammad Aminullah. Belanda bahkan menawarkan bantuan kepada Muhammad
Aminullah untuk kembali meminta haknya sebagai pewaris tahta di Kesultanan
Banjar. Sikap Belanda dengan memihak kedua kubu dibuktikan ketika Belanda yang diwakili
oleh J.A. Paraficini membuat surat perjanjian dengan Sultan Tamjidillah I pada
tanggal 20 Oktober 1756. Seminggu kemudian, tepatnya pada tanggal 27 Oktober
1756, Paraficini juga membuat perjanjian dengan Muhammad Aminullah di Tabanio
(Kayutangi, Tatas) . Dalam pernyataannya, Paraficini menjanjikan kepada Sultan
Tamjidillah bahwa Belanda akan cenderung memberikan dukungan (bantuan) kepada
SultanTamjidillah I. Tetapi pada kesempatan lain, Paraficini juga memberikan pernyataan
yang sama kepada Muhammad Aminullah. Siasat Belanda yang didasari oleh kekhawatiran
atas kekuatan Muhamma Aminullah, ternyata menemukan jawaban. Dengan laskar yang
sangat besar, Muhammad Aminullah menyerang
Sultan Tamjidillah I pada tanggal 2 Agustus 1759. Atas dasar serangan inilah,
Sultan Tamjidillah terpaksa menyerahkan tahta Kesultanan Banjar kepada Muhammad Aminullah yang akhirnya ditabalkan
sebagai sultan pada tanggal 3 Agustus 1759 .
Masa pemerintahan Sultan Muhammad Aminullah berlangsung sangat singkat karena
pada tanggal 16 Januari 1971 beliau meninggal dunia. Sebagaimana halnya dengan
ayahnya, Sultan Kuning, di akhir hayatnya Sultan Muhammad Aminullah juga meninggalkan dua orang putera yang masih
kecil, bernama Pangeran Abdullah dan Pangeran Amir . Dengan alasan belum cukup
umur untuk mengampu jabatan sultan, maka jabatan wali sultan di Kesultanan
Banjar untuk sementara diserahkan kepada Pangeran Nata Dilaga, anak Sultan
Tamjidillah I, yang bergelar Sultan Tahmidillah Seperti ayahnya, Sultan Tahmidillah II juga
memutuskan secara sepihak dengan menyatakan bahwa pengganti dirinya kelak
sebagai sultan di Kesultanan Banjar bukan Pangeran Abdullah maupun Pangeran
Amir, melainkan puteranya yang bernama Sulaiman (Suleman) Saidullah. Pernyataan
tersebut disampaikan oleh Sultan Tahmidillah II selepas sembahyang Jumat pada
bulan Januari 1767 . Dengan pernyataan tersebut, maka peluang bagi Pangeran
Abdullah maupun Pangeran Amir untuk menduduki tahta di Kesultanan Banjar
praktis telah tertutup.Pada usia sekitar 18 tahun (1772 M), bersama seorang
Belanda bernama W.A. Palm, Pangeran Abdullah berencana untuk merebut kembali
tahta Kesultanan Banjar. Perencanaan tersebut ternyata memerlukan waktu yang cukup
lama sampai akhirnya siap untuk dijalankan. Akan tetapi rencana penyerbuan ke
Kesultanan Banjar ternyata telah tercium oleh Sultan Tahmidillah II. Dengan
berpura-pura mengundang jamuan makan malam, Pangeran Abdullah diracun, dicekik,
dan dibunuh oleh kaki-tangan Sultan Tahmidillah II. Kejadian ini berlangsung
pada tanggal 16 Maret 177
Pembunuhan
terhadap Pangeran Abdullah ternyata berimbas langsung
terhadap Pangeran Amir.
Atas dasar kebijakan agar tidak mengobarkan pemberontakan serupa, Sultan
Tahmidillah II memaksa secara halus kepada
Pangeran Amir untuk meninggalkan Kesultanan Banjar (Banjarmasin). Pada tahun
1782 M, Pangeran Amir meninggalkan Banjarmasin menuju ke daerah yang bernama
Pasir daerah tersebut terdapat paman beliau, seorang keturunan Bugis bernama Arung
Turawe (Torawe). Arung Torawe adalah saudara dari ibu Pangeran Amir yang
merupakan seorang puteri berdarah Bugis. Pangeran Amir menyusun kekuatan di
Pasir dengan Arung Turawe untuk merebut tahta di Kesultanan Banjar. Rencana
untuk menyerang Kesultanan Banjar akhirnya dilaksanakan pada bulan Oktober 1785
M. Pasukan Pangeran Amir dan Arung Turawe yang terdiri dari sekurangnya 60
kapal mendarat di Tabanio dan mulai merebut benteng-benteng yang termasuk ke
dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Banjar (Sjamsuddin, 2001:30-31 di muat di
melayu.com)
Di
sisi lain, kekuatan Kesultanan Banjar mulai bertambah karena mendapat bantuan
dari Belanda. Gabungan kekuatan antara Sultan Tahmidillah II dan Belanda pada
akhirnya berhasil mematahkan perlawanan yang dilakukan oleh orang-orang Bugis
dan Pangeran Amir dalam suatu perang pada tanggal 14 Maret 1786 . Pangeran Amir
akhirnya ditangkap dan
diasingkan ke Ceylon
(Srilanka) pada tahun 1789 M . Setelah perang, Belanda meminta sejumlah
kompensasi kepada Sultan Tahmidillah II berupa lada, emas, permata (intan),
serta izin untukmendirikan kantor di Tabanio, Hulu sungai, Pulau Kaget, dan
Tatas. Perjanjian antara Kesultanan Banjar yang diwakili oleh Sultan Tahmidillah
II dan Belanda yang diwakili oleh Kapten Christoffel Hoffman ditandatangani
pada tanggal 13 Agustus 1787. Dalam perjanjian pada tanggal 13 Agustus 1787,
salah satu poin penting yang menunjukkan bahwa Belanda telah menanamkan
pengaruh yang kuat di
Kesultanan Banjar
adalah pengalihan kedaulatan atas Kesultanan Banjar
kepada Belanda dan
penyerahan bagian-bagian penting dari Kesultanan Banjar yang kemudian menjadi
wilayah Belanda. Daerah tersebut, menurut Pasal 6 perjanjian 13 Agustus 1787,
membentang dari pantai Timur Kalimantan ke barat, termasuk Pasir, Pulau Laut,
Tabanio, Mendawai, Sampit, Pembuang, dan Kota Waringin dengan lingkungan
sekitar dan daerah taklukannya, serta sebagian dari desa Tatas Pada tahun 1801
M, Sultan Tahmidillah II meninggal dunia . Sebagai pengganti kedudukan Sultan
Tahmidillah II, pada tahun1801, putera beliau bernama Sulaiman (Suleman)
Saidullah ditabalkan sebagai sultan di Kesultanan Banjar dengan gelar Sultan
Suleman Almutamidullah bin Sultan Tahmidillah II (1801 - 1825) .
Pada
tahun 1825 M, Sultan Suleman mengundurkan diri sebagai sultan dan digantikan
oleh puteranya yang bergelar Sultan Adam Al Wasik Billah
(1825-1857). Pada masa
pemerintahan Sultan Adam Al Wasik Billah, dikeluarkan suatu undang-undang
negara pada tahun 1835 M yang dikenal
sebagai Undang-undang
Sultan Adam .Di dalam Undang-undang tersebut, terlihat sangat jelas bahwa
sumber hukum di dalam Kesultanan Banjar bersumberkan pada hukum Islam. Oleh
karenatulah kerajaan Banjar disebut sebagai kerajaan Islam dan Banjar dikenal
sebagai orang yang beragama Islam.
G. Masa
Perlawanan terhadap Belanda
Akar
permasalahan perlawanan terhadap Belanda dimulai dari perebutan tahta. Perebutan ini diawali dari meninggalnya putera
mahkota Kesultanan Banjar, Sultan Muda Abdurrahman, pada tahun 1852 M.
Meninggalnya putera mahkota meninggalkan bibit-bibit perpecahan di Kesultanan
Banjar. Pihak-pihak yang bertikai terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu pertama, Pangeran
Tamjidillah yang mempunyai kedekatan dengan Belanda. Beliau dalah anak dari
hasil perkawinan antara Sultan Muda Abdurrahman dengan seorang selir bernama
Nyai Besar Aminah. Kedua, Pangeran Hidayatullah yang mempunyai kedekatan dengan
rakyat di Kesultanan Banjar. Beliau adalah anak dari hasil perkawinan kedua
antara Sultan Muda Abdurrahman dengan Permaisuri Ratu Siti, puteri Mangkubumi
Nata. Perkawinan pertama Sultan Muda Abdurrahman dengan Permaisuri Ratu
Antasari, saudara perempuan Pangeran Antasari, tidak menghasilkan putera.
Ketiga, Pangeran Prabu Anom, adik dari Sultan Muda Abdurrahman yang mempunyai
kedekatanngan birokrasi istana. Dari ketiga kelompok tersebut, Pangeran
Tamjidillah mempunyai kedudukan yang menguntungkan karena kedekatannya dengan
Belanda. Hal ini dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Pangeran Tamjidillah
untukmenguatkan posisinya dalam menduduki jabatan sebagai sultan. Di sisi lain,
Belanda juga mempunyai kepentingan di
Kesultanan Banjar. Dengan diangkatnya Pangeran Tamjidillah sebagai sultan,
maka secara langsung kepentingan dan pengaruh Belanda di Kesultanan Banjar akan
terjamin. Sikap Belanda dibuktikan dengan mengangkat secara sepihak Pangeran Tamjidillah
sebagai putera mahkota pada tanggal 8 Agustus 1852. Sementara itu, pada tanggal
9 Oktober 1856, Pangeran Hidayatullah
diangkat sebagai
mangkubumi. Menurut A. Ghazali Usman ,pada tanggal 1 November 1857, Sultan Adam
Al Wasik Billah meninggal dunia.Pada tanggal 3 November 1857,secara sepihak,Belanda
mengangkat Pangeran Tamjidillah sebagai sultan di Kesultanan Banjar dengan
gelar Sultan Tamjidillah II. Di sisi lain,untuk menghindari perebutan tahta, Belanda
menangkap Pangeran Anom dan membuangnya ke Jawa Terpilihnya Sultan Tamjidillah II tidak secara
langsung bisa meredakan ketegangan seputar perebutan tahta. Kedekatan sultan
dengan Belanda diartikan sebagai keberpihakan secara total Kesultanan Banjar
kepada kekuasaan Belanda. Selain itu, Sultan Tamjidillah II merupakan anak dari
seorang selir yang, menurut tradisi Kesultanan Banjar, tidak berhak
untuk diangkat sebagai
putera mahkota, terlebih lagi menjadi sultan. Hal inilah yang menimbulkan
perpecahan di antara pihak sultan, birokrasi istana (khususnya Pangeran
Hidayatullah), dan rakyat. Gesekan seputar ketidak puasan pengangkatan sultan
baru akhirnya menimbulkan beberapa gerakan Muning, yaitu gerakan sosial
masyarakat tani yang kemudian
menjadi motor dalam
Perang Banjar (1859-1905). Pangeran
Hidayatullah yang merupakan pewaris tahta yang sah, secara bertahap berusaha
merebut pengaruh dari bangsawan, pemimpin daerah di wilayah Kesultanan Banjar,
dan rakyat. Dukungan dari kaum bangsawan datang dari orang-orang seperti Nyai
Ratu Komala Sari, isteri almarhum Sultan Adam Al Wasik Billah, dan tiga orang
puteri beliau, Ratu Kasuma egara, Ratu Aminah, dan Ratu Keramat, serta Pangeran
Antasari. Dukungan dari pemimpin daerah datang dari Panembahan Muda Datu Aling,
pemimpin Gerakan Muning di daerah
Muning, dan Jalil, pemimpin daerah Banua Lima. Besarnya dukungan terhadap Pangeran
Hidayatullah membuat Sultan tamjidillah II merasa terdesak. Beliau kurang
mendapatkan dukungan dari belanda karena Belanda menganggap bahwa sengketa
perebutan tahta di kalangan para bangsawan di Kesultanan Banjar adalah
persoalan internal yang tidak secara langsung berpengaruh terhadap kepentingan
Belanda.
Akhirnya,
karena dilanda ketakutan akan pecahnya kudeta terhadap
dirinya, Sultan
Tamjidillah II melarikan diri ke Banjarmsin pada bulan April 1859 Setelah larinya Sultan Tamjidillah II,
praktis terjadi kekosongan pemerintahan di Kesultanan Banjar. Untuk
mengantisipasinya, Belanda mengambil alih secara langsung pemerintahan
Kesultanan Banjar dan meletakkannya di bawah pemerintahan seorang residen yang
bernama Residen
von Bertheim. Sepeninggal
Sultan Tamjidillah II, musuh utama gerakan Muning, kini perlawanan beralih pada
Belanda selaku dalang dalam sengketa di Kesultanan Banjar. Dukungan
kepada Pangeran Hidayatullah kini lebih
ditujukan untuk
menghantam Belanda agar angkat kaki dari wilayah Kesultanan Banjar. Belanda
yang awalnya tidak terlalu peduli dengan masalah internal Kesultanan Banjar,
kini tidak mempunyai pilihan lain karena berhadapan secara langsung dengan
kekuatan yang digalang oleh Pangeran Hidayatullah. Nama Pangeran Antasari mulai
dikenal karena perseleisihan ini. Pangeran ntasari dipercaya oleh Pangeran
Hidayatullah untuk menjadi penghubung antara istana, pemimpin pergerakan di
daerah, dan rakyat. Beliau
menghimpun dan
menggerakkan para pemimpin daerah beserta pengikutnya,
mulai dari Muning,
Benua Lima, Tanah Dusun, sampai Pasir. Bisa disimpulkan bahwa otak perlawanan
pada Perang Banjar adalah Pangeran
Antasari, meskipun
pucuk pimpinan tertinggi yang diakui oleh rakyat Kesultanan Banjar kala itu
adalah Pangeran Hidayatullah. Keterangan ini
merujuk pada pernyataan
Residen von Bertheim yang menjuluki Pangeran
Antasari sebagai Pemimpin Pemberontakan , jauh hari sebelum
pertempuran
pertama dalam Perang
Banjar meletus pada tanggal 28 April 1859
Pada
tanggal 28 April 1859, terjadi serangan pertama yang dipimpin
langsung oleh Pangeran
Antasari. Dengan kekuatan sekitar 300 orang, Pangeran Antasari memimpin
penyerbuan ke benteng Belanda di Pangaron. Setelah pertempuran pertama,
beberapa pertempuran lain kemudian meletus, antara lain, pertempuran di benteng
Gunung Lawak pada tanggal 29 September 1859, pertempuran di kubu pertahanan
Munggu Tayur pada bulan Desember 1859, penenggelaman kapal Onrust di sungai
Barito oleh Tumenggung Surapati, seorang tokoh dari suku Dayak Siang, pada tanggal
26 Desember 1859, dan pertempuran di Amawang pada tanggal 31 Maret 1860 Pada
tanggal 28 Januari 1862, Pangeran Hidayatullah menyerah kepada
Belanda dengan alasan
kesehatan. Tetapi karena Belanda bermaksud untuk
membuang Pangeran
Hidayatullah ke Jawa, maka beliau akhirnya melarikan
diri. Hanya berselang
satu bulan, tepatnya pada tanggal 28 Februari 1962, Pangeran Hidayatullah
kembali menyerah kepada Belanda. Akhirnya, pada tanggal 3 Maret 1862, dengan
menggunakan kapal api Bali, Pangeran Hidayatullah dan keluarga dibuang ke
Cianjur, Jawa Barat. Beliau meninggal di tempat pembuangan pada tahun 1904 Setelah pembuangan Pangeran Hidayatullah,
pemimpin tertinggi perlawanan dalam Perang Banjar diambil alih oleh Pangeran
Antasari. Pada tanggal 14 Maret 1962, Pangeran Antasari diangkat sebagai
pimpinan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar). Beliau menyandang
gelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mukminin. Upacara penabalan beliau
dilakukan di hadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa
wilayah Tanah Dusun Atas, Kapuas, dan Kahayan, yaitu Kiai Adipati Jaya Raja
Dirunut
dari garis keturunan, ayah Pangeran Antasari adalah Pangeran
Masohut Masud bin
Pangeran Amir bin Muhammad Aminullah bin Sultan
Kuning , sehingga jika
dilihat dari garis keturunan, sebenarnya Pangeran Antasari adalah pewaris tahta
Kesultanan Banjar yang sah, sebelum terjadinya pengusiran atas pewaris tahta Kesultanan Banjar yang sah,
Muhammad Aminullah, oleh Pangeran Tamjidillah yang bergelar Sultan Tamjidillah
I. Akan tetapi kedudukan Pangeran Antasari sebagai pemimpin tertinggi yang
diakui oleh rakyat di Kesultanan Banjar ternyata tidak berlangsung lama. Pada
tanggal 11 Oktober 1862, Pangeran Antasari dikabarkan telah meninggal dunia
karena penyakit cacar dan dimakamkan di Desa Bayan Bengok, di hulu sungai Teweh
Beliau
tidak pernah tertangkap dan tidak pernah menyerah kepada Belanda. Oleh
karenanya foto Pangeran Antasari sulit ditemukan. Gambar yang dikenal sekarang
merupakan ilustrasi dari ciri-ciri beliau yang dihimpun
dari berbagai data dan
divisualkan. Salah satunya adalah karya dari sebuah tim yang dibentuk
berdasarkan SK Gubernur Kdh. Tkt. I Kalsel No. 0375 Tahun 1994 tanggal 28
Desember 1994. Lukisan tersebut sekarang ditempatkan di Museum Nasional,
Jakarta . Atas kegigihannya dalam melawan Belanda, Pangeran Antasari ditetapkan
sebagai Pahlawan Nasional Republik Indonesia melalui Surat Keputusan Presiden
RI Nomor 06/TK/Tahun 1968 tanggal 27 Maret 1968
H. Akhir
dari kerajaan Banjar
Pengganti Pangeran Antasari adalah puteranya yang
bernama Muhammad Seman. Di mata rakyat, beliau merupakan sultan Kesultanan
Banjar terakhir yang mendapatkan tugas utama untuk menggantikan sang ayah dalam
menjaga nyala api perlawanan dalam Perang Banjar. Perlawanan Muhammad eman
terpaksa harus terhenti karena beliau meninggal dunia dalam suatu pertempuran
melawan Belanda di sungai Manawing pada tahun 1905. Beliau dimakamkan di puncak
gunung di Puruk Cahu Dengan meninggalnya
Muhammad Seman, berarti riwayat Kesultanan Banjar juga telah berakhir. Setelah
Perang Banjar (1859-1905), Belanda membuat beberapa
keputusan, antara lain Kesultananan Banjar dihapuskan dan seluruh bekas daerah
Kesultanan Banjar dimasukkan ke dalam tatanan baru
Residentie Zuider en
Ooster Afdeeling van Borneo . Dengan demikian berakhirlah riwayat Kesultanan
Banjar yang telah berlangsung selama 379 tahun (1526-1905).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Awal
dari kesultanan Banjar ialah kerajaan nagara daha yang beraliran
budha,kerajaaan banjar ini didirikan
oleh Raden Samudra yang merupakan Sultan pertama dari kerajaan banjar.dan,dan
puncak dari kegigihan para Sultan melawan belanda itu pada saat pemerintahan
Sultan Antasari,berakhir pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Seman yang
gugur dalam pertempuran melawan belanda.
Daftar pustaka
·
Tim Nasional Penulisan
sejarah Indonesia..Sejarah Nasional
Indonesia III.2011Jakarta: Balai Pustaka
·
Yatim Badri. Sejarah Peradaban Islam.2008.Jakarata:
Raja grafindo
·
www.melayu.com