Minggu, 27 April 2014

KESULTANAN BANJAR




SEJARAH NASIONAL INDONESIA





      RIGO FIRMANTO (06121404008)
      PENDIDIKAN SEJARAH 2012

DOSEN : Syarifuddin,S.Pd,M.Pd
     
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS  SRIWIJAYA
2012/2013



KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat-Nya  kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Kerajaan Banjar.Makalah ini di buat guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia II.
Kami mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah memebantu kami sehingga  makalah ini dapat di selesaikann tepat pada waktunya .Makalah ini jauh dari kesempurnaan ,oleh karna itu kritik dan saran yang bersifat membangun  sangat kami harapkan demi sempurnanaya makalah ini.Semoga makalah ini  memberi imformasi dan berguna bagi kita semua.







Indralaya.5 April  2013



Penulis




DAFTAR ISI
                                                                                                                       
KATA PENGANTAR                                                                                               2
DAFTAR ISI                                                                                                              3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang                                                                                          4
1.2  Rumusan masalah                                                                                     4
1.3  Tujuan penulisan                                                                                       4
BAB II PEMBAHASAN
A.    Awal berdirinya kerajaan banja                                                         5
B.     Sistem Pemerintahan                                                                         6
C.     Sultan yang pernah memerintah                                                        6
D.    Wilayah kekuasaan                                                                            8
E.     Masuknya pengaruh Belanda                                                                        8
F.      Pengaruh Belanda di Kesultanan Banjar                                           9
G.    Masa pelawanan terhadap Belanda                                                   13
H.    Akhir dari Kerajaa Banjar                                                                  17


BAB III  PENUTUP
             Kesimpulan                                                                                                  18
 Daftar Pustaka                                                                                             19



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Sudah kita ketahui begitu banyak munculnya kerajaan islam setelah runtuhnya kekuasaan Hindu Budha di Indonesia ,hal tersebut tidak lepas dari berbagai faktor .Munculnya kerajaa islam pun tidak hanya muncul di wilayah jawa melainkan hampir di sekur pulau di nusantara tampa terkecuali pulau kalimantan dan hal tersebut tidak lepas dari faktor perdagangan yang berkembang pada saat itu ,Munculya Kerajaan yang bercorak islam di kalimantan yang berpusat di Banjarmasin saat ini memdorong kami untuk mencari informasi imformasi tentang kerajaan ini,selain itu kerajaan ini juga ambil bagian dalam melawan kolonian Belanda di nusantara.
1.2 Rumusan Masalah
·         Bagaimana awal munculnya kerajaaa banjar ?
·         Bagaimana sistem pemerinthan dan Siapa saja sultan yang memerintah serta wilayah kekeuasaan Banjar?
·         Bagaimana awal ,peran serta perlawanan rakyat Banjar terhadap Kolonial Belanda ?
·         Dan bagaimana akhir dari kerajaaan banjar ?
                                                              
 1.3  Tujuan penulisan
Agar pembaca dapat lebih mempunyai informasi tentang kerajaan banjar ini dan segala sesuatu yang berkenaan dengan kerajaan banjar tersebut.








BAB II
PEMBAHASAN
KERAJAAN BANJAR

A.    Awal Berdirinya Kerajaan Banjar
Kemunculan Kerajaan Banjar tidak lepas dari melemahnya pengaruh Negara Daha ( kerajaan hindu  yang ada ki kalimantan  selatan  yang berpusat di sungai nagara atau amuntai kini) sebagai kerajaan yang berkuasa saat itu. Tepatnya pada saat Raden Sukarama memerintah Negara Daha, menjelang akhir kekuasaannya dia mewasiatkan tahta kekuasaan Negara Daha kepada cucunya yang bernama Raden Samudera. Akan tetapi, wasiat tersebut ditentang oleh ketiga anak Raden Sukarama yaitu Mangkubumi, Tumenggung dan Bagulung. Karna hal itu dan Raden Samudra baru berumur 7 tahun maka yang menggan tikan  Sukarama saat ia wafat ialah anak tertuanay yaitu Mangkubumi namun  ia tidak berkuas lama karna ia terbunuh olehpegawai istana atas hasutan Tumenngung setelah Mangkubumi wafat maka Temenggung lh yang menjadi raja.
Raden Samudera sebagai pihak yang kalah melarikan diri dan bersembunyi di daerah hilir sungai barito. Dia dilindungi oleh kelompok orang melayu yang menempati wilayah itu. Kampung orang melayu itu disebut kampung oloh masih yang artinya kampung orang melayu pimpinan Pati Masih. Lama kelamaan kampung ini berkembang menjadi kota banjarmasih karena ramainya perdagangan di tempat ini dan banyaknya pedagang yang menetap. Dalam pelarian politiknya, raden Samudera melihat potensi Banjarmasih dengan sumber daya manusianya dapat dijadikan kekuatan potensial untuk melawan kekuatan pusat, yaitu Negara Daha.Dalam serangan pertamanya Raden samudra berhasil menguasai pelabuhan muara Bahan yang mana pelabuhan ini sering di kunjungi oleh pedagang dari jawa,malaka bahkan gujarat.Setelah beberapa serangan selalu seimbanag maka Patih menyarankan  kepada Raden Samudra agar meminta bantuan ke Demak.Dan yang menjadi Sultan Demak waktu itu ialah Sultan Trenggono,dimana ia bersedia membantu  Raden Samudra tetapi Raden Samudra harus masuk agama islam,kemudian Raden Samudrapun menyanggupi sarat yang di berikan demak tersebut.Kemudian Demak mengirim seribu tentara untuk memebantu raden Samudra dan mengirim seorang penghulu (Khatib Dayan) untuk mengislamkann rakayat banjar.Setelah mendapat bantuan demak akhirnya Raden Samudra memenagkan pertempuran tersebut dan memeluk islam dan naik tahata dengan gelar Sultan Suryanullah atau Suriansyah.
B.     Sistem Pemerintahan
Sejak awal didirikanya kesultanan banjar telah menjalin ikatan dengan kesultanan Demak dijawa.Hubungan tersebut adalah salah satu sikap politik yang di ambil oleh Sultan Samudra untuk mrnghindari ancama dari luar misalnya penduduk pedalaman kalimantan selatan.Selain itu sikap yang menempatkan agama islam sebagai agama resmi di banjar hal tersebut agar kesultanan banjar mudah dalam menjalin hubungan dengan kerajaan islam di nusantara. Dan sistem pemerintahan banjar mirip dengan sistem kesultanan di jawa yang mana kraton merupan miniatur kosmis yang raja atau sultan sebagai pusatnya.Dan dibwah raja ada yang disebut mangkubumi yang memilikipengaruh besar karna ia terdiri dari keluarga sultan dan masih adalagi jabatan dibawahy mangkubumi.Sistem pemerintahan kesultanan banjar juga mengatur tentang perdagangan di banjar,dimana sultan mengangkat seorang kepala pelabuhan yang sering di sebut dengan kiai pelabuahan yanag mengatur perdagangan dalan wilayah banjar dan seorang Syahbandar yang mengatur perdagangan luar negeri. Dam menurut Amir hasan kiai bondan (yang di kutif di dalam edham ae al eds 2003 di melayu .com)  pada saat banjar di perintah oleh Sultan Adam Al Wasik Billah (awal abad 19) terjadi perubahan sistem pemerintahan yang menghasilkan beberpa jabatan yaitu:
·         Mufti adalah hakim tertinggi
·         Qadi adalah kepala urusan agama
·         Penghulu adalah hakim rendah
·         Lurah adalah pembantu lalawangan (kepala distrik)
·         Pembakal adalah kepala kampung
·         Mentri adalah orang yangberjasa
·         Tutliakampung adalah orang yang terkemuka
·         Panakwan adalah orang kepercayaan sulatan yang bebas dari pajak.



C.     Sultan yang Pernah Memerintah
·         Pangeran Samudra  (152-1545) yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah, Raja pertama yang memeluk Islam .Sejak  ia memerintah kerajaan banjar memperluas kekeuasaannya sampai Sambas,Batang lawai sukadana,Kotawaringin,Sampit.Madawi dan  sampai Sambangan,dam selalu mengirimkan upeti ke demak.
·         Sultan Rahmatullah  (1545-1570)
Masih mengirmkan upeti ke demak yang waktu itu sudah menjadi pajang.
·         Sultan Hidayatullah (1570 - 1595 )
·         Sultan Mustain Billah, Marhum Penambahan (1595 - 1620 )
 yang dikenal sebagai Pangeran Keci dan mennghimpun kekeuatan yang besar sampai 50.000 prajurit dan mampu membendung  pengaruh politik dari tuban ,arusbaya dan mataram . serta hampir mengusai hampir wilayah kalimantan .Sultan inilah yang memindahkan Keraton Ke Kayutangi, Martapura, karena keraton di Kuin yang hancur diserang Belanda pada Tahun 1612
·         Ratu Agung bin Marhum Penembahan yang bergelar Sultan Inayatullah (1620 - 1637 )
·         Ratu Anum bergelar Sultan Saidullah (1637 - 1642 )
·         Adipati Halid  (1642 - 1660 ) memegang jabatan sebagai Wali Sultan, karena anak Sultan Saidullah, Amirullah Bagus Kesuma belum dewasa
·         Amirullah Bagus Kesuma (1660 - 1663 )
 memegang kekuasaan hingga 1663, kemudian Pangeran Adipati Anum (Pangeran Suriansyah) merebut kekuasaan dan memindahkan kekuasaan ke Banjarmasin
·         Pangeran Adipati Anum  (1663 - 1679 )
setelah merebut kekuasaan memindahkan pusat pemerintahan Ke Banjarmasin bergelar Sultan Agung
·         Sultan Tahlilullah  (1679 - 1700 )
·         Sultan Tahmidullah bergelar Sultan Kuning  (1700 - 1734 )
·         Pangeran Tamjid bin Sultan Agung, yang bergelar Sultan Tamjidillah (1734 – 1759)
·         Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah (1759 - 1761 )
·         Pangeran Nata Dilaga  (1761 - 1801 )
sebagai wali putera Sultan Muhammad Aliuddin yang belum dewasa tetapi memegang pemerintahan dan bergelar Sultan Tahmidullah
·         Sultan Suleman Al Mutamidullah bin Sultan Tahmidullah (1801 - 1825 )
·         Sultan Adam Al Wasik Billah bin Sultan Suleman (1825 - 1857 )
·         Pangeran Tamjidillah (1857 – 1859)
·         Pangeran Antasari yang bergelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mu'mina
(1859 - 1862)
·         Sultan Muhammad Seman (1862 - 1905 ) yang merupakan Raja terakhir dari Kerajaan Banjar


D.    Wilayah Kekuasaan 
Selain wilayah kerajaan negara daha yang di takhlukan oleh raden samudra wilayah kesultanan  ada beberapa wilayah. Menurut  Medwar saleh ( 1978:18 yang di kutif di edham edesi 2003 dan di muat  dalam melayu.com)  di adakanya perjanjian antara Belanda dan Kerajaan Banjar yang kala itu di perintah oleh Sultan Adam  al wasik billah yang membagi wilayah banjar menjadi 4 bagian yaitu:
·         Terletak di sebelah kanan sungai martapura –kalayan,sebelah pinggir kanan sungai kuwin dan barito dimana disi terletak bekas istana banjar yang telah hancur karena serangan belanda.
·         Di sungai martapura meliputi sungai riam kanan dan rianm kiwa
·         Wilayah banua amapat meliputi banua halat,banua gadung.parigi,lawahan-tabaruntung.dan di lawahan mengalir sungai muning
·         Dan di wilayah banua lima meliputi,nagara,amountai,alabio.kaula dan sungai banar

E.     Masuknya  Pengaruh belanda
Banjarmasin sebagai ibukota Kesultanan Banjar mulai berkemban menjadibandar perdagangan yang besar. Para pedagang dari berbagai suku datang ke Banjarmasin untuk mencari berbagai barang dagangan seperti ladahitam, rotan, damar, emas, intan, madu, dan kulit binatang (Ideham,2007:20). Khusus lada hitam, komoditi yang satu ini saat itu menjadi primadona dalam perdagangan internasionalSelain berfungsi sebagai bandar perdagangan, penduduk di Banjarmasin(Orang Banjar) juga banyak yang berstatus sebagai pedagang. Mereka juga melakukan perdagangan sampai ke Pulau Jawa, tepatnya ke pelabuhan Bantam (Banten). Lewat perdagangan tersebut, informasi tentang bandar perdagangan di Banjarmasin sampai ke telinga orang Belanda.Kontak awal antara para pedagang Banjar dengan Belanda terjadi sekitar  tahun 1596 M, ketika Orang Banjar berdagang ke Banten .Dari sinilah Belanda tahu bahwa di Banjarmasin terdapat komoditi lada  hitam yang mempunyai nilai ekonomi tinggi di pasaran internasional.  Pertemuan dengan para pedagang Banjar tersebut kemudian berlanjut dengan  pengiriman ekspedisi oleh Belanda ke Kesultanan Banjar pada tahun 1603 M di bawah pimpinan Admiral van Wouwijck .Tujuan pengiriman ekspedisi tersebut adalah untuk menjalin hubungan  perdagangan antara Belanda dan Sultan Mustain Billah. Pada tanggal 14   Februari 1606, Belanda kembali mengirimkan ekspedisi ke Kesultanan  Banjar, tetapi ekspedisi kedua ini gagal karena semua orang Belanda yang turut dalam ekspedisi kali ini dibunuh oleh Orang Banjar .Terbunuhnya orang-orang Belanda oleh Orang Banjar membuat Belanda semakin berambisi untuk memaksakan hubungan dagang, bahkan jika perlu menguasai Kesultanan Banjar. Maka dikirimlah ekspedisi ketiga pada tahun1612 M. Menurut Irwin (dikutip dalam Ideham, 2007:21dan di muat dalam melayu.com) , ekspedisi kali ini diperkuat dengan pengiriman kapal perang, yaitu de Hzewind, de Brack, de Halve Maan, dan Klein van de Veer. Akibat serbuan Belanda, Sultan Mustain Billah terpaksa memindahkan pusat pemerintahan ke Martapura.Upaya Belanda untuk menjalin hubungan dagang dengan Kesultanan Banjar lewat ekspedisi pada tahun 1612 tidak sepenuhnya berhasil. Sekitar tahun 1635, Belanda memaksa Sultan Ratu Agung bin Marhum Penembahan yangbergelar Sultan Inayatullah  untuk menandatangani perjanjian monopoli lada hitam dengan harga yang ditetapkan oleh Belanda. Perjanjian tersebut tidak berjalan lancar karena pada tahun 1638 orang-orang Belanda dibunuh dan kapal-kapal perangnya ditenggelamkan oleh Orang Banjar .






F.       Pengaruh Belanda di Kesultanan Banjar

Sulitnya menjalin hubungan dengan Kesultanan Banjar membuat Belanda bersiasat untuk menunggu tanpa mengurangi gairahnya untuk menguasai perdagangan lada hitam di Kesultanan Banjar. Siasat Belanda ini
menemukan waktu yang tepat ketika terjadi suksesi kepemimpinan (perebutan tahta) di Kesultanan Banjar, antara Pangeran Muhammad Aminullah, anak dari Sultan Kuning dengan Hamidullah, adik dari Sultan Kuning .Perebutan tahta diawali ketika Sultan Kuning wafat pada tahun 1734 M dengan meninggalkan seorang puter yang masih berusia sekitar 5 tahun yang bernama Muhammad Aminullah . Sebagai pengampu tahta sementara, ditunjuk adik Sultan Kuning bernama Hamidullah, yang setelah diangkat, bergelar Sultan Tamjidillah I. Setelah Muhammad Aminullah dewasa dan meminta tahta Kesultanan Banjar, ternyata Sultan Tamjidillah I tidak memberikan hak tersebut kepada Muhammad Aminullah. Muhammad Aminullah bahkan hanya diberikan jabatan mangkubumi dan dikawinkan dengan puteri sulung Sultan Tamjidillah I.Belanda yang sejak awal berniat untuk menanamkan pengaruh di Kesultanan Banjar melihat peluang untuk mendekati salah satu pihak dalam perebutan tahta. Belanda akhirnya mendekati Sultan Tamjidillah I. Berkat bantuan dari Belanda, Muhammad Aminullah terus dipojokkan dengan cara ditahan di istana. Tetapi pada tahun 1753 M, Muhammad Aminullah berhasil
melarikan diri ke Tabanio, suatu daerah yang terletak di Tanah Laut, ujung selatan dari Kalimantan Selatan yang menghadap ke barat laut Jawa. Di tempat tersebut, Muhammad Aminullah berkomplot dengan beberapa bajak laut dan membangun markas perlawanan dengan tujuan awal mengacaukan jalur perdagangan dari dan menuju ke Kesultanan Banjar. Sebagai balasan atas jasanya dalam mendesak Muhammad Aminullah untuk keluar dari istana, Belanda memaksa Sultan Tamjidillah I untuk menandatangani perjanjian perdagangan lada  hitam pada tahun 1747 M dan izin untuk mendirikan  kota di Tabanio . Belanda yang telah menanamkan  pengaruh di Kesultanan Banjar, melalui siasat politiknya, juga menjalin hubungan dengan Muhamamad Aminullah yang telah bergabung dengan komplotan bajak laut di Tabanio. Belanda melihat kekuatan kelompok  Muhammad Aminullah  untuk memotong  jalur  perdagangan  di  Kesultanan  Banjar  mempunyai akibat yang cukup besar.Salah satu rencana  Belanda untuk menguasai perekonomian lada hitam  bisa menjadi kacau jika terus menerus mendapat gangguan dari Muhammad Aminullah. Inilah alasan Belanda untuk mendekati Muhammad Aminullah. Belanda bahkan menawarkan bantuan kepada Muhammad Aminullah untuk kembali meminta haknya sebagai pewaris tahta di Kesultanan Banjar. Sikap Belanda dengan memihak kedua kubu dibuktikan ketika Belanda yang diwakili oleh J.A. Paraficini membuat surat perjanjian dengan Sultan Tamjidillah I pada tanggal 20 Oktober 1756. Seminggu kemudian, tepatnya pada tanggal 27 Oktober 1756, Paraficini juga membuat perjanjian dengan Muhammad Aminullah di Tabanio (Kayutangi, Tatas) . Dalam pernyataannya, Paraficini menjanjikan kepada Sultan Tamjidillah bahwa Belanda akan cenderung memberikan dukungan (bantuan) kepada SultanTamjidillah I. Tetapi pada kesempatan lain, Paraficini juga memberikan pernyataan yang sama kepada Muhammad Aminullah. Siasat Belanda yang didasari oleh kekhawatiran atas kekuatan Muhamma Aminullah, ternyata menemukan jawaban. Dengan laskar yang sangat besar, Muhammad Aminullah  menyerang Sultan Tamjidillah I pada tanggal 2 Agustus 1759. Atas dasar serangan inilah, Sultan Tamjidillah terpaksa menyerahkan tahta Kesultanan Banjar  kepada  Muhammad Aminullah yang akhirnya ditabalkan sebagai sultan pada tanggal 3 Agustus 1759 .  Masa pemerintahan Sultan Muhammad Aminullah berlangsung sangat singkat karena pada tanggal 16 Januari 1971 beliau meninggal dunia. Sebagaimana halnya dengan ayahnya, Sultan Kuning, di akhir hayatnya Sultan Muhammad Aminullah juga  meninggalkan dua orang putera yang masih kecil, bernama Pangeran Abdullah dan Pangeran Amir . Dengan alasan belum cukup umur untuk mengampu jabatan sultan, maka jabatan wali sultan di Kesultanan Banjar untuk sementara diserahkan kepada Pangeran Nata Dilaga, anak Sultan Tamjidillah I, yang bergelar Sultan Tahmidillah  Seperti ayahnya, Sultan Tahmidillah II juga memutuskan secara sepihak dengan menyatakan bahwa pengganti dirinya kelak sebagai sultan di Kesultanan Banjar bukan Pangeran Abdullah maupun Pangeran Amir, melainkan puteranya yang bernama Sulaiman (Suleman) Saidullah. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Sultan Tahmidillah II selepas sembahyang Jumat pada bulan Januari 1767 . Dengan pernyataan tersebut, maka peluang bagi Pangeran Abdullah maupun Pangeran Amir untuk menduduki tahta di Kesultanan Banjar praktis telah tertutup.Pada usia sekitar 18 tahun (1772 M), bersama seorang Belanda bernama W.A. Palm, Pangeran Abdullah berencana untuk merebut kembali tahta Kesultanan Banjar. Perencanaan tersebut ternyata memerlukan waktu yang cukup lama sampai akhirnya siap untuk dijalankan. Akan tetapi rencana penyerbuan ke Kesultanan Banjar ternyata telah tercium oleh Sultan Tahmidillah II. Dengan berpura-pura mengundang jamuan makan malam, Pangeran Abdullah diracun, dicekik, dan dibunuh oleh kaki-tangan Sultan Tahmidillah II. Kejadian ini berlangsung pada tanggal 16 Maret 177

Pembunuhan terhadap Pangeran Abdullah ternyata berimbas langsung
terhadap Pangeran Amir. Atas dasar kebijakan agar tidak mengobarkan pemberontakan serupa, Sultan Tahmidillah II memaksa  secara halus kepada Pangeran Amir untuk meninggalkan Kesultanan Banjar (Banjarmasin). Pada tahun 1782 M, Pangeran Amir meninggalkan Banjarmasin menuju ke daerah yang bernama Pasir daerah tersebut terdapat paman beliau, seorang keturunan Bugis bernama Arung Turawe (Torawe). Arung Torawe adalah saudara dari ibu Pangeran Amir yang merupakan seorang puteri berdarah Bugis. Pangeran Amir menyusun kekuatan di Pasir dengan Arung Turawe untuk merebut tahta di Kesultanan Banjar. Rencana untuk menyerang Kesultanan Banjar akhirnya dilaksanakan pada bulan Oktober 1785 M. Pasukan Pangeran Amir dan Arung Turawe yang terdiri dari sekurangnya 60 kapal mendarat di Tabanio dan mulai merebut benteng-benteng yang termasuk ke dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Banjar (Sjamsuddin, 2001:30-31 di muat di melayu.com)

Di sisi lain, kekuatan Kesultanan Banjar mulai bertambah karena mendapat bantuan dari Belanda. Gabungan kekuatan antara Sultan Tahmidillah II dan Belanda pada akhirnya berhasil mematahkan perlawanan yang dilakukan oleh orang-orang Bugis dan Pangeran Amir dalam suatu perang pada tanggal 14 Maret 1786 . Pangeran Amir akhirnya ditangkap dan
diasingkan ke Ceylon (Srilanka) pada tahun 1789 M . Setelah perang, Belanda meminta sejumlah kompensasi kepada Sultan Tahmidillah II berupa lada, emas, permata (intan), serta izin untukmendirikan kantor di Tabanio, Hulu sungai, Pulau Kaget, dan Tatas. Perjanjian antara Kesultanan Banjar yang diwakili oleh Sultan Tahmidillah II dan Belanda yang diwakili oleh Kapten Christoffel Hoffman ditandatangani pada tanggal 13 Agustus 1787. Dalam perjanjian pada tanggal 13 Agustus 1787, salah satu poin penting yang menunjukkan bahwa Belanda telah menanamkan pengaruh yang kuat di
Kesultanan Banjar adalah pengalihan kedaulatan atas Kesultanan Banjar
kepada Belanda dan penyerahan bagian-bagian penting dari Kesultanan Banjar yang kemudian menjadi wilayah Belanda. Daerah tersebut, menurut Pasal 6 perjanjian 13 Agustus 1787, membentang dari pantai Timur Kalimantan ke barat, termasuk Pasir, Pulau Laut, Tabanio, Mendawai, Sampit, Pembuang, dan Kota Waringin dengan lingkungan sekitar dan daerah taklukannya, serta sebagian dari desa Tatas Pada tahun 1801 M, Sultan Tahmidillah II meninggal dunia . Sebagai pengganti kedudukan Sultan Tahmidillah II, pada tahun1801, putera beliau bernama Sulaiman (Suleman) Saidullah ditabalkan sebagai sultan di Kesultanan Banjar dengan gelar Sultan Suleman Almutamidullah bin Sultan Tahmidillah II (1801 - 1825) .
Pada tahun 1825 M, Sultan Suleman mengundurkan diri sebagai sultan dan digantikan oleh puteranya yang bergelar Sultan Adam Al Wasik Billah
(1825-1857). Pada masa pemerintahan Sultan Adam Al Wasik Billah, dikeluarkan suatu undang-undang negara pada tahun 1835 M yang dikenal
sebagai Undang-undang Sultan Adam .Di dalam Undang-undang tersebut, terlihat sangat jelas bahwa sumber hukum di dalam Kesultanan Banjar bersumberkan pada hukum Islam. Oleh karenatulah kerajaan Banjar disebut sebagai kerajaan Islam dan Banjar dikenal sebagai orang yang beragama Islam.


G.    Masa Perlawanan terhadap Belanda
Akar permasalahan perlawanan terhadap Belanda dimulai dari perebutan tahta. Perebutan ini diawali dari meninggalnya putera mahkota Kesultanan Banjar, Sultan Muda Abdurrahman, pada tahun 1852 M. Meninggalnya putera mahkota meninggalkan bibit-bibit perpecahan di Kesultanan Banjar. Pihak-pihak yang bertikai terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu pertama, Pangeran Tamjidillah yang mempunyai kedekatan dengan Belanda. Beliau dalah anak dari hasil perkawinan antara Sultan Muda Abdurrahman dengan seorang selir bernama Nyai Besar Aminah. Kedua, Pangeran Hidayatullah yang mempunyai kedekatan dengan rakyat di Kesultanan Banjar. Beliau adalah anak dari hasil perkawinan kedua antara Sultan Muda Abdurrahman dengan Permaisuri Ratu Siti, puteri Mangkubumi Nata. Perkawinan pertama Sultan Muda Abdurrahman dengan Permaisuri Ratu Antasari, saudara perempuan Pangeran Antasari, tidak menghasilkan putera. Ketiga, Pangeran Prabu Anom, adik dari Sultan Muda Abdurrahman yang mempunyai kedekatanngan birokrasi istana. Dari ketiga kelompok tersebut, Pangeran Tamjidillah mempunyai kedudukan yang menguntungkan karena kedekatannya dengan Belanda. Hal ini dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Pangeran Tamjidillah untukmenguatkan posisinya dalam menduduki jabatan sebagai sultan. Di sisi lain, Belanda juga mempunyai kepentingan di Kesultanan Banjar. Dengan diangkatnya Pangeran Tamjidillah sebagai sultan, maka secara langsung kepentingan dan pengaruh Belanda di Kesultanan Banjar akan terjamin. Sikap Belanda dibuktikan dengan mengangkat secara sepihak Pangeran Tamjidillah sebagai putera mahkota pada tanggal 8 Agustus 1852. Sementara itu, pada tanggal 9 Oktober 1856, Pangeran Hidayatullah
diangkat sebagai mangkubumi. Menurut A. Ghazali Usman ,pada tanggal 1 November 1857, Sultan Adam Al Wasik Billah meninggal dunia.Pada tanggal 3 November 1857,secara sepihak,Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah sebagai sultan di Kesultanan Banjar dengan gelar Sultan Tamjidillah II. Di sisi lain,untuk menghindari perebutan tahta, Belanda menangkap Pangeran Anom dan membuangnya ke Jawa  Terpilihnya Sultan Tamjidillah II tidak secara langsung bisa meredakan ketegangan seputar perebutan tahta. Kedekatan sultan dengan Belanda diartikan sebagai keberpihakan secara total Kesultanan Banjar kepada kekuasaan Belanda. Selain itu, Sultan Tamjidillah II merupakan anak dari seorang selir yang, menurut tradisi Kesultanan Banjar, tidak berhak
untuk diangkat sebagai putera mahkota, terlebih lagi menjadi sultan. Hal inilah yang menimbulkan perpecahan di antara pihak sultan, birokrasi istana (khususnya Pangeran Hidayatullah), dan rakyat. Gesekan seputar ketidak puasan pengangkatan sultan baru akhirnya menimbulkan beberapa gerakan Muning, yaitu gerakan sosial masyarakat tani yang kemudian
menjadi motor dalam Perang Banjar (1859-1905).  Pangeran Hidayatullah yang merupakan pewaris tahta yang sah, secara bertahap berusaha merebut pengaruh dari bangsawan, pemimpin daerah di wilayah Kesultanan Banjar, dan rakyat. Dukungan dari kaum bangsawan datang dari orang-orang seperti Nyai Ratu Komala Sari, isteri almarhum Sultan Adam Al Wasik Billah, dan tiga orang puteri beliau, Ratu Kasuma egara, Ratu Aminah, dan Ratu Keramat, serta Pangeran Antasari. Dukungan dari pemimpin daerah datang dari Panembahan Muda Datu Aling, pemimpin Gerakan  Muning di daerah Muning, dan Jalil, pemimpin daerah Banua Lima. Besarnya dukungan terhadap Pangeran Hidayatullah membuat Sultan tamjidillah II merasa terdesak. Beliau kurang mendapatkan dukungan dari belanda karena Belanda menganggap bahwa sengketa perebutan tahta di kalangan para bangsawan di Kesultanan Banjar adalah persoalan internal yang tidak secara langsung berpengaruh terhadap kepentingan Belanda.
Akhirnya, karena dilanda ketakutan akan pecahnya kudeta terhadap
dirinya, Sultan Tamjidillah II melarikan diri ke Banjarmsin pada bulan April 1859  Setelah larinya Sultan Tamjidillah II, praktis terjadi kekosongan pemerintahan di Kesultanan Banjar. Untuk mengantisipasinya, Belanda mengambil alih secara langsung pemerintahan Kesultanan Banjar dan meletakkannya di bawah pemerintahan seorang residen yang bernama Residen
von Bertheim. Sepeninggal Sultan Tamjidillah II, musuh utama gerakan Muning, kini perlawanan beralih pada Belanda selaku  dalang  dalam sengketa di Kesultanan Banjar. Dukungan kepada Pangeran Hidayatullah kini lebih
ditujukan untuk menghantam Belanda agar angkat kaki dari wilayah Kesultanan Banjar. Belanda yang awalnya tidak terlalu peduli dengan masalah internal Kesultanan Banjar, kini tidak mempunyai pilihan lain karena berhadapan secara langsung dengan kekuatan yang digalang oleh Pangeran Hidayatullah. Nama Pangeran Antasari mulai dikenal karena perseleisihan ini. Pangeran ntasari dipercaya oleh Pangeran Hidayatullah untuk menjadi penghubung antara istana, pemimpin pergerakan di daerah, dan rakyat. Beliau
menghimpun dan menggerakkan para pemimpin daerah beserta pengikutnya,
mulai dari Muning, Benua Lima, Tanah Dusun, sampai Pasir. Bisa disimpulkan bahwa otak perlawanan pada Perang Banjar adalah Pangeran
Antasari, meskipun pucuk pimpinan tertinggi yang diakui oleh rakyat Kesultanan Banjar kala itu adalah Pangeran Hidayatullah. Keterangan ini
merujuk pada pernyataan Residen von Bertheim yang menjuluki Pangeran
Antasari sebagai  Pemimpin Pemberontakan , jauh hari sebelum pertempuran
pertama dalam Perang Banjar meletus pada tanggal 28 April 1859
Pada tanggal 28 April 1859, terjadi serangan pertama yang dipimpin
langsung oleh Pangeran Antasari. Dengan kekuatan sekitar 300 orang, Pangeran Antasari memimpin penyerbuan ke benteng Belanda di Pangaron. Setelah pertempuran pertama, beberapa pertempuran lain kemudian meletus, antara lain, pertempuran di benteng Gunung Lawak pada tanggal 29 September 1859, pertempuran di kubu pertahanan Munggu Tayur pada bulan Desember 1859, penenggelaman kapal Onrust di sungai Barito oleh Tumenggung Surapati, seorang tokoh dari suku Dayak Siang, pada tanggal 26 Desember 1859, dan pertempuran di Amawang pada tanggal 31 Maret 1860 Pada tanggal 28 Januari 1862, Pangeran Hidayatullah menyerah kepada
Belanda dengan alasan kesehatan. Tetapi karena Belanda bermaksud untuk
membuang Pangeran Hidayatullah ke Jawa, maka beliau akhirnya melarikan
diri. Hanya berselang satu bulan, tepatnya pada tanggal 28 Februari 1962, Pangeran Hidayatullah kembali menyerah kepada Belanda. Akhirnya, pada tanggal 3 Maret 1862, dengan menggunakan kapal api Bali, Pangeran Hidayatullah dan keluarga dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Beliau meninggal di tempat pembuangan pada tahun 1904  Setelah pembuangan Pangeran Hidayatullah, pemimpin tertinggi perlawanan dalam Perang Banjar diambil alih oleh Pangeran Antasari. Pada tanggal 14 Maret 1962, Pangeran Antasari diangkat sebagai pimpinan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar). Beliau menyandang gelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mukminin. Upacara penabalan beliau dilakukan di hadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa wilayah Tanah Dusun Atas, Kapuas, dan Kahayan, yaitu Kiai Adipati Jaya Raja
Dirunut dari garis keturunan, ayah Pangeran Antasari adalah Pangeran
Masohut Masud bin Pangeran Amir bin Muhammad Aminullah bin Sultan
Kuning , sehingga jika dilihat dari garis keturunan, sebenarnya Pangeran Antasari adalah pewaris tahta Kesultanan Banjar yang sah, sebelum terjadinya pengusiran  atas pewaris tahta Kesultanan Banjar yang sah, Muhammad Aminullah, oleh Pangeran Tamjidillah yang bergelar Sultan Tamjidillah I. Akan tetapi kedudukan Pangeran Antasari sebagai pemimpin tertinggi yang diakui oleh rakyat di Kesultanan Banjar ternyata tidak berlangsung lama. Pada tanggal 11 Oktober 1862, Pangeran Antasari dikabarkan telah meninggal dunia karena penyakit cacar dan dimakamkan di Desa Bayan Bengok, di hulu sungai Teweh
Beliau tidak pernah tertangkap dan tidak pernah menyerah kepada Belanda. Oleh karenanya foto Pangeran Antasari sulit ditemukan. Gambar yang dikenal sekarang merupakan ilustrasi dari ciri-ciri beliau yang dihimpun
dari berbagai data dan divisualkan. Salah satunya adalah karya dari sebuah tim yang dibentuk berdasarkan SK Gubernur Kdh. Tkt. I Kalsel No. 0375 Tahun 1994 tanggal 28 Desember 1994. Lukisan tersebut sekarang ditempatkan di Museum Nasional, Jakarta . Atas kegigihannya dalam melawan Belanda, Pangeran Antasari ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Republik Indonesia melalui Surat Keputusan Presiden RI Nomor 06/TK/Tahun 1968 tanggal 27 Maret 1968

H.    Akhir dari kerajaan Banjar
Pengganti Pangeran Antasari adalah puteranya yang bernama Muhammad Seman. Di mata rakyat, beliau merupakan sultan Kesultanan Banjar terakhir yang mendapatkan tugas utama untuk menggantikan sang ayah dalam menjaga nyala api perlawanan dalam Perang Banjar. Perlawanan Muhammad eman terpaksa harus terhenti karena beliau meninggal dunia dalam suatu pertempuran melawan Belanda di sungai Manawing pada tahun 1905. Beliau dimakamkan di puncak gunung di Puruk Cahu  Dengan meninggalnya Muhammad Seman, berarti riwayat Kesultanan Banjar juga telah berakhir. Setelah Perang Banjar (1859-1905), Belanda membuat beberapa keputusan, antara lain Kesultananan Banjar dihapuskan dan seluruh bekas daerah Kesultanan Banjar dimasukkan ke dalam tatanan baru
Residentie Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo . Dengan demikian berakhirlah riwayat Kesultanan Banjar yang telah berlangsung selama 379 tahun (1526-1905).













  BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
            Awal dari kesultanan Banjar ialah kerajaan nagara daha yang beraliran budha,kerajaaan banjar  ini didirikan oleh Raden Samudra yang merupakan Sultan pertama dari kerajaan banjar.dan,dan puncak dari kegigihan para Sultan melawan belanda itu pada saat pemerintahan Sultan Antasari,berakhir pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Seman yang gugur dalam pertempuran melawan belanda.






















Daftar pustaka

·         Tim Nasional Penulisan sejarah Indonesia..Sejarah Nasional Indonesia III.2011Jakarta: Balai Pustaka

·         Yatim Badri. Sejarah Peradaban Islam.2008.Jakarata: Raja grafindo

·         www.melayu.com