KEBUDAYAAN
LEMBAH SUNGAI INDUS
MOHENJO DARO DAN HARRAPA
KELOMPOK 2
RIGO FIRMANTO (06121004008)
M WIRAJAYA KESUMA (06121004010)
MARTHA KOSAMADI (06121404918)
ACHMAD WIRA SAPUTRA (06121004037)
DOSEN PEMBIMBING:
SYARRIFUDIN, S.Pd., M.Pd
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
KATA PENGANTAR
Asalammualaikum
Wr.Wb.
Alhamdullilahhirabil’alamin
puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya
penulisan makalah " KEBUDAYAAN MOHENJO-DARO DAN HARAPPA " dalam mata
kuliah Sejarah Asia Selatan ini.
Dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Penulis mengakui bahwa dalam penulisan makalah ini
banyak kekurangan, hal ini disebabkan keterbatasan dan kemampuan penulis.
Pada akhirnya, makalah ini
diharapkan mampu memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi semua pihak pada
umumnya, dan bagi penulis pada khususnya.
Wasalammualaikum
Wr.Wb.
Palembang,
Maret 2013
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
PENDAHALUAN
...................................................................................................................
1
Letak Geografis anak benua India
.................................................................................................
1
Kebudayaan Lembah Indus ...........................................................................................................
2
Mohenjodaro
...........................................................................................................................
3
Tata kota
.................................................................................................................................
4
Fasilitas kota
...........................................................................................................................
4
Konstruksi
..............................................................................................................................
6
Penggalian
Kota …………………………………………………………………………… 7
Sistem
Pemerintahan Mohenjo Daro dan Harrapa …………………………………….. 12
Sistem
Ekonomi …………………………………………………………………………… 12
Sistem
Kepercayaan ………………………………………………………………………. 13
Peninggalan Kebudayaan ………………………………………………………………… 13
Runtuhnya
………………………………………………………………………………… 14
Daftar Pustaka
……………………………………………. 15
PENDAHULUAN
Penemuan
kebudayaan di sungai India kuno, berawal pada abad ke-19 (tahun 1870), dan
mulai dieksplorasi oleh bangsa Inggris. Hingga sekarang, penggalian kebudayaan
sungai India kuno tidak pernah berhenti. Di abad 20, awal tahun 1980-an,
Amerika dan Pakistan membentuk Lembaga Arkeologi Amerika-Pakistan, dan dengan
demikian pekerjaan arkeologi semakin maju. Peradaban Sungai Indus, 2800 SM–1800 SM, merupakan sebuah peradaban kuno
yang hidup sepanjang Sungai Indus yang
sekarang Pakistan dan India barat.
Lembah ini
mewakili dua kota peninggalan kuno yang paling penting dan paling awal dalam
peradaban sungai India, yakni Kota Mohenjodaro yang sekarang letaknya di
Provinsi Sind, Pakistan, dan Kota Harappa di Provinsi Punjab, timur laut
Pakistan. Ketika itu, kawasan ini dihuni oleh bangsa Dravida.
Beberapa
sumber mengatakan bahwa Mohenjo-daro dan Harappa terletak di India, tetapi pada
tahun 1947, berada dibawah naungan Department of Archaeology and Museums,
Government of Pakistan.
Letak Geografis anak benua India
- Di sebelah Utara berbatasan dengan China yang dibatasi Gunung Himalaya
- Selatan berbatasan dengan Srilanka yang dibatasi oleh Samudera Indonesia
- Barat berbatasan dengan Pakistan
- Timur berbatasan dengan Myanmar dan Bangladesh
Peta
sungai Indus
Archaeologia di India telah lama menjadi perhatian
ahli-ahli barang kuno. Penggalian yang di dilaksanakan oleh orang India di
pimpin oleh John Marshall, seorang bangsa Inggris, di bantu oleh Bannerji,
seorang ahli benda-benda kuno bangsa India. Penggalian itu telah dilakukan pada
dua tempat, yaitu Mohenjo-Daro dan Harappa. Harappa letaknya kira-kira
ditengah-tengah daerah punsjab dan waktu diadakan penggalian disana,
terbuktilah bahwa peninggalan-peninggalan kebudayaan kuno itu sudah banyak yang
rusak. (Sihombing. 1953.09)
Sir
John Marshall, yang menjadi direktur jendral dari jawatan penyelidikan
benda-benda kuno di India tahun 1922, meninggalkan penggalian di Harappa.
Kemudian mencari tempat yang lain, dimana dia dapat dengan lebih saksama
menyelidiki peninggalan-peninggalan kebudayaan itu. Yang disebut kebudayaan
Indus. Ia langsung mendapat tempat baru yaitu Mohenjo-Daro (Sihombing. 1953. 09)
Sejak 4.500 tahun yang lalu
masyarakat yang hidup di lembah Sungai Indus telah memiliki organisasi
kemasyarakatan yang sangat tinggi. Cikal bakal peradaban India ini dikenal
dengan sebutan peradaban lembah Sungai Indus. Secara geografis, kawasan ini
meliputi negara Pakistan dan India bagian barat, rangkaian pegunungan Himalaya
dan pegunungan Hindu Kush yang melindungi penduduk lembah Sungai Indus dari
serangan bangsa asing. Satu-satunya jalan bagi para pendatang untuk memasuki
kawasan lembah Sungai Indus adalah melalui celah Khyber. Adapun bagi masyarakat
lembah Sungai Indus untuk berhubungan dengan negara-negara asia barat daya dan
Cina adalah melalui jalan laut, karena kawasan ini berhadapan langsung dengan
Laut Arab dan Samudra Hindia.
Penelitian
tentang peradaban India kuno dilakukan oleh para arkeolog dari Inggris. Pada
tahun 1921, arkeolog Inggris bernama Sir John Marshall menemukan reruntuhan dua
kota kuno yang sangat indah dan rapi. Dua kota ini dikenal dengan nama Mohenjo
Daro dan Harappa. Dari reruntuhan dua kota ini, para ahli sejarah dapat
menggambarkan berbagai segi kehidupan masyarakat lembah sungai Indus.
Celah
Khaiber sekarang
Mohenjo Daro
Mohenjo Daro
merupakan salah satu kota terbesar yang berada di lembah sungai Indus, terletak
di provinsi Sindh, Pakistan. Diperkirakan Mohenjo Daro dibangun sekitar 2600
tahun sebelum masehi. Untuk dapat meneliti peradaban di kota Mohenjo Daro ini
dilakukan penggalian dalam skala besar yang dimulai pada tahun 1922 sampai 1927
yang dilakukan oleh R. D. Banarjee beserta timnya dan dilanjutkan oleh M. S.
Vats dan K. N. Dikshit dibawah pengarahan Sir John Marshall, seorang ahli
survey arkeologi. Pada tahun 1927-1931, E. J. H. MacKay melanjutkan penggalian
sebelumnya dan pada tahun 1950, Sir Mortimer Wheeler juga melakukan penggalian,
tetapi dalam skala kecil.
Keseluruhan
penggalian yang dilakukan itu mencapai satu per tiga dari seluruh lokasi kota
Mohenjo Daro. Hasil yang didapat dari penggalian tersebut mengungkapkan
bagaimana bentuk dari kota Mohenjo Daro. Tata kotanya dan bangunan-bangunannya
dapat mencerminkan masyarakat Mohenjo Darotelah memiliki peradaban yang cukup
tinggi.
Mohenjo Daro
pada saat itu dibangun lebih merupakan suatu pusat administrative. Hal ini
terlihat dari bangunan-bangunan yang ada, salah satunya assembly halls.
Akan tetapi fungsi sebenarnya dari kota ini belum bisa dipastikan karena dari
bukti-bukti peninggalannya belum bisa menyimpulkan fungsi dari kota Mohenjo
Daro.
Tata Kota
Semua
bangunan yang ada di Mohenjo Daro ditata dengan system grid pattern plan,
yaitu memiliki jalan-jalan yang parallel dan saling bertemu untuk membagi kota
menjadi blok-blok yang berbentuk kotak dan memiliki system drainase. Para
penduduk membangun rumah di tiap-tiap blok.
Denah
tata kota Mohenjo Daro
Fasilitas
Kota
Kota Mohenjo
Daro dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian bawah, sebelah timur kota (lower
town) dan bagian lain yang disebut “Citadel”. Pada bagian bawah, terdapat
suatu jaringan jalan yang membentang dari utara ke selatan dan dari timur ke
barat dimana dibagi per blok yang ditempati oleh rumah-rumah. Rumah-rumah
tersebut disusun seperti suatu lingkungan perumahan seperti pada zaman modern
ini.
. Sebagian
merupakan rumah yang kecil, sebagian yang lain memiliki ukuran yang lebih besar
dengan halaman di dalamnya. Setiap rumah memiliki kamar tidur dan kamar mandi
kecil. Beberapa rumah merupakan berlantai dua dengan tangga terbuat dari batu
bata, bahkan dari hasil penggalian reruntuhan, sudah ada bangunan berlantai
tiga.
Untuk
saluran air pada setiap rumah, biasanya terdapat sumur dalam ruangan kecil
untuk mendapatkan air dan pipa dari tanah liat untuk mengalirkan air ke ruangan
lain. Sedangkan saluran pembuangan airnya dari setiap rumah mengalir di dalam
saluran air yang mengikuti jalur jalan..
Bagian lain
dari kota Mohenjo Daro ini adalah apa yang disebut “Citadel”. Pada bagian
Citadel ini terdapat bangunan seperti kolam yang dibuat dari batu bata dan
berukuran 12 m x 7 m dan kedalamannya sekitar 2,4 meter. Bangunan ini disebut The
Great Bath. Bangunan ini memiliki tangga dari batu bata untuk turun ke
bawahnya. Diperkirakan bangunan ini digunakan untuk upacara keagamaan, seperti
pemandian. Hal ini dapat dibuktikan dari ditemukannya artifak, seperti batu di
sekitar The Great Bath yang digunakan untuk menggosok. Ritual pemandian
memang salah satu bagian dari kepercayaan Hindu. Bisa jadi kegiatan ritual
pemandian yang dilakukan oleh penduduk lembah sungai Indus merupakan bagian
dari tradisi dari Hindu.
Selain The Great Bath, ada bangunan
bagi para penduduk untuk menyimpan hasil pangan yang disebut The Granary
dan bangunan dengan area terbuka yang cukup luas yang disebut Assembly Halls.
The great bath
Konstruksi
Dalam
membangun bangunan-bangunan seperti rumah,The Great Bath, dan Granary, penduduk
Mohenjo Daro menggunakan dua jenis batu bata, yaitu batu bata lumpur (mud
bricks) dan batu bata kayu (wood bricks) yang keduanya terbuat dari
kayu yang terbakar. Mereka juga menggunakan pohon kayu untuk membuat atap datar
rumah mereka. Batu bata yang digunakan masyarakat Mohenjo Daro juga memberikan durability
yang lebih baik terhadap bangunan daripada batu bata pada peradaban
Mesopotamia.
Dari
peninggalannya yang ditemukan, dapat disimpulkan tingkat peradaban kota Mohenjo
Daro cukup tinggi. Sistem tata kota yang teratur, system drainase, serta
teknologi yang mereka gunakan telah menunjukkan ilmu ketekniksipilan telah
diterapkan sejak 2600 tahun sebelum masehi
Ilustrasi kota Harrapa
Harappa adalah sebuah kota kuno yang
berada di bantaran Sungai Ravi, propinsi Punjabi, timur laut
Pakistan. Letaknya berada di 35 km sebelah tenggara kota Sahiwal. Menurut
penelitian dengan cara penentuan usia karbon yang dilakukan para arkeolog, kota
Harappa dibangun dan dihuni antara
tahun 3300 hingga 1600 sebelum masehi dengan luas kota +
25 km persegi. Pada masa kejayaannya itu, 40.000 orang menjadi penduduk kota
Harappa, sebuah jumlah penduduk yang sangat besar pada masa itu. Bahkan, bisa
dikatakan dengan jumlah penduduk sebesar itu, pupulasi kota ini lebih
banyak dibanding populasi penduduk kota London pada abad pertengahan.
Pambangunan Kota Harappa adalah pada
masa sebelum bangsa Arya memasuki wilayah peradaban Lembah Hindus, yakni
sekitar tahun 2500 SM. Bangsa asli India mendirikan bebebapa kota megah di
kawasan ini hingga tahun 1500 SM ketika bangsa Arya mulai bercampur dengan
penduduk asli.
KONDISI KOTA
Kota Harappa dibagi menjadi 2 bagian
berdasarkan fungsi masing-masing, yakni bagian pemerintahan dan bagian
administratif. Bagian pemerintahan adalah area dimana terdapat kantor
pemerintahan kota. Adanya pagar tembok yang tinggi di sekeliling gedung tinggi
merupakan simbol kekuasaan dan kewibawaan Raja (atau pemimpin kota). Bagian ini
terpisah dan memiliki jarak cukup jauh terhadap bagian administratif.
Sedangkan bagian administratif
digunakan sebagai permukiman penduduk kota Harappa. Bagian ini memiliki jalur
jalan raya yang membentuk pola grid, yakni jalan-jalan yang ada saling
bersilangan membentuk kotak-kotak kosong di tengahnya. Di kedua sisi jalan,,
terdapat banyak sekali rumah tempat tinggal, toko, dan tempat pembuatan
tembikar. Jarak antar-bangunan sangat dekat shingga tata kota terlihat sangat
padat. Saluran air kota yang digunakan sebagai pembuangan air dibangun di bawah
tanah dengan menggunakan bahan batu bata.
Sisa
reruntuhan kota Harrapa
Kota Harappa hilang menjadi kota
mati sekitar tahun 1750 SM. Beberapa faktor yang mengakibatkan penduduknya
meninggalkan kota Harappa adalah adanya invansi yang dilakukan oleh bangsa Arya
ke daerah peradaban Hindustan pada sekitar tahun itu. Pada tahun itu hingga
1000 tahun setelahnya, tidak ada pembangunan kota dengan peradaban tinggi lagi
di wilayah tersebut.
Puing-puing bekas bangunan yang masih
berada di kota Harappa tampak sangat teratur dalam penataannya. Puing-puing
tersebut terbuat dari bahan yang sama, yakni batu bata tanah liat. Kondisi
masa lalu memperlihatkan bahwa sistem tata kota yang diterapkan di kota Harappa
sudah sangat maju dengan adanya teknik penataan kota seperti masa sekarang,
yakni adanya pola jalan raya dan adanya saluran air bawah tanah.
PENGGALIAN KOTA
Pengetahuan mengenai kebudayaan Lembah Sungai Indus
ini didapat dari penggalian dibeberapa tempat di India. Tetapi dua tempat yang
paling terkenal banyak memberikan petunjuk adalah penggalian di :
1.
Mohenjo-Daro
2.
Harappa
Ad. 1.
Penggalian di Mohenjo-Daro
Dari
barang-barang yang ditemukan di Mohenjo-Daro nampak jelas bahwa peradaban
Lembah Sungai Indus sudah tinggi dan penduduk pun sudah makmur. Mengenai kapan
Lembah Sungai Indus ini berkembang, disimpulkan oleh John Marshall sekitar abad
ke-3 SM. Hal ini didasarkan pada beberapa persamaan yang terdapat di antara
sungai Indus dengan Mesopotamia. Barang-barang hasil penemuan di Mohenjo-Daro
itu antara lain :
·
Materi berhuruf,
hanya saja sampai sekarang hurufnya belum bisa dibaca
·
Bangunan-bangunan
yang memberi kesan sudah berkembanngnya peradaban kota. Dari puing-puing
bangunan yang ditemukan dapat mengetahui kepercayaan dan keadaan sosial ekonomi
penduduk pada saat itu. Selain sudah memiliki alat-alat bantu, juga mereka
sudah menggunakan alat dari tembaga.
·
Perhiasan barang
mewah yang menunjukkan keindahan pun telah ditemukan berupa kalung, gelang,
anting-anting yang terbuat dari emas dan perak.
·
Meraka telah
mengenal binatang peliharaan seperti gajah, untah, kerbau dan anjing. Disamping
barang-barang yang ditemukan di atas, penemuan Mohenjo-Daro ini mempunyai
keistimewaan sendiri, yaitu barang yang ditemukan dari penggalian yang paling
bawah pun tetap ditemukan barang-barang yang sama dengan yang ditemukan di
bagian bawah. Barang-barang tersebut sudah menunjukkan peradaban yang sudah
tinggi. Jadi peradaban Mohenjo-Daro itu sudah modern sejak lama. (Erwin, Tutu nuriah. 1990. 06)
Ad. 2.
Penggalian di Harappa
Penemuan di Harappa lebih mengagumkan lagi, di sana
ditemukan :
·
Arca-arca yang telah memiliki nilai seni yang
bermutu tinggi. Kemudian materi-materi yang dipergunakan untuk stempel
barang-barang perdagangan antar negara.
·
Ukiran-ukiran
kecil yang dibuat dari terra cotta dengan bentuk, seperti bentuk wanita
telanjang dengan dada terbuka. Ini mengambarkan bahwa hubungan dengan
kepercayaan umum pada agama Hindu mulai timbul.
·
Alat dapur dari
tanah liat serta periuk belanga dan pembakaran dari batu-batu yang demikian
kerasnya, karena ternyata barang-barang itu masuih kuat sampai sekarang.
·
Sebuah patung
pohon di samping seorang dewa yang dilukiskan pada material juga menggambarkan
adanya bayangan bahwa mungkin yang dimaksud adalah kesucian pohon bodhi tempat
Sidharta Gautama menerima wahyu beberapa ratus tahun kemudian.
·
Arca-arca yang
melukiskan manusia lembu yang menyeramkan harimau: lembu yang bertanduk satu
dan sebagiannya menggambarkan bahwa mereka menggap suci binatang itu. (Erwin, Tutu nuriah. 1990. 07)
Dari uraian di atas jelas bahwa kebudayaan Lembah
sungai Indus tidak berdiri sendiri melainkan berlatas belakang kebudayaan lain.
Sedangkan penduduknya berperadaban umum sama dengan Sumeria dan Babylonia,
mereka ahli dalam pembuatan barang dari batu dan logam. Mereka juga mulai
mengenal huruf pictograph, yaitu huruf yang terdiri dari gambar yang berbentuk
binatang seperti ikan-ikan kecil dan lain-lain. Ternyata kebudayaan Lembah
Sungai Indus lebih tinggi dari peradaban Eropa pada zaman yang sama. (Erwin, Tutu nuriah. 1990. 08)
Relief
yang ditemukan direruntuhan kota Harrapa
Penemuan kota Harappa berawal pada
tahun 1870-an oleh peneliti dari Inggris. Pada awal abad ke-20, Sir John Marshall (arkeolog
berkebangsaan Inggris) menggali dan meneliti kembali kota
Harappa dan kota Mohenjo Daro. Dari hasil penelitian, dapat diambil teori bahwa
kedua kota tersebut memiliki tingkat aktifitas penduduk yang tinggi dengan
jumlah penduduk sekitar 30.000 hingga 40.000 jiwa.
Hingga saat ini, penggalian dan
penelitian yang dilakukan para arkeolog terhadap kota-kota di kawasan peradaban
Lembah Hindustan masih terus dilanjutkan. Bahkan, ada penemuan kota baru di
sekitar aliran sungai kuno yang lain. Awal tahun 1980-an, pemerintah
Amerika dan Pakistan membentuk Lembaga Arkeologi Amerika-Pakistan yang
bertujuan untuk meningkatkan penelitian terhadap kawasan tersebut.
Benda-benda
yang ditemukan: arca-arca, patung (terra cotta) yang diukir seperti bentuk
wanita telanjang dengan dada terbuka. Ukiran itu member makna bahwa ibu
merupaka sumber kehidupan; alat dapur dari tanah liat, periuk belanga,
pembakaran dari batu keras (masih kuat sampai sekarang); sebuah patung pohon
disamping dewa (gambaran kesucian pohon bodhi tempat Sidharta menerima wahyu)
beberapa ratus tahun kemudian; arca-arca yang melukiskan lembu yang menyerang
harimau; lembu yang bertanduk, sebagai gambaran bahwa mereka sangat mensuckan
binatang. Hal ini tampak ketika masyarakat India mensucikan sapi sampai
sekarang.
Awal
abad ke-20, arkeolog Inggris Sir John H Marshall mengekskavasi kota kuno
Mohenjondaro dan Hara. Hasilnya tingkat kesibukan dan keramaian kedua kota
tersebut membuat Marshall terkejut. Ini adalah bekas ibukota dua negara merdeka
pada jaman peradaban sungai India antara tahun 2350-1750 sebelum masehi,
penelitian lebih lanjut menghasilkan perhitungan, dua kota masing-masing
terdapat sekitar 30 hingga 40 ribu penduduk.
Dari
hasil penelitian lebih lanjut, diketahui kota kuno inidibagi dua bagian, yaitu
kota pemerintahan dan kota administratif. Kota administratif adalah daerah
permukiman, tempat tinggal yang padat dan jalan raya yang silang menyilang,
kedua sisi jalan banyak sekali toko serta pembuatan barang-barang tembikar.
Sementara kota pemerintahan adalah wilayah istana kerajaan yang dikelilingi
oleh pagar tembok yang tinggi besar dan menara gedung.
Masyarakat yang
bermukim di kota kuno ini diketahui telah mengenal sistem saluran air bawah
tanah yang sempurna dengan menggunakan bata. Puing-puing menunjukkan Harappa
merupakan sebuah kota yang mempunyai rancangan bangunan di sekeliling ruang
lingkup tertentu, kurang lebih menggunakan bahan yang sama dengan kota Mohenjo
Daro, segalanya sangat teratur, bahwa pada 3000 SM, orang-orang membangun kota
dengan skala yang sedemikian memperlihatkan tingginya peradaban mereka.
Jalan-jalannya
lurus sehingga membentuk blok-blok pemukiman berbentuk segi empat. Sudah ada
sistem pembuangan sampah dan air limbah. Inilah kota pertama yang menujukan
tanda-tanda pembangunan yang berencana. Barat kota adalah pusat religius,
politik, dan pendidikan. Petani tinggal di luar tembok kota dekat perladangan.
Kelompok miskin menempati pinggir kota tetapi masih berada di dalam tembok.
Pedagang dan seniman tinggal di dekat pusat kota, sedangkan bangsawan,
agamawan, dan punggawa kerajaan menempati wilayah pusat.
Puing-puing
menunjukkan Harappa merupakan sebuah kota yang mempunyai rancangan bangunan
disekeliling ruang lingkup tertentu, kurang lebih menggunakan bahan yang sama,
segalanya sangat teratur, bahwa pada tahun 3000 sebelum masehi, orang-orang
membangun kota dengan skala yang sedemikian, memperlihatkan tingginya peradaban
mereka. Kedua kota ini hilang pada tahun 1750 sebelum masehi, kira-kira dalam
waktu 1000 tahun kebelakang, didaerah aliran sungai India tidak pernah ada lagi
kota yang demikian megahnya, namun pada 500 tahun lampau, ketika bangsa Arya
datang menginvasi, kebudayaan Harappa sudah merosot.
Sistem
Pemerintahan Mohenjo Daro dan Harrapa
Berdasarkan
penelitian, di kota Mohenjo Daro dan Harappa ditemukan benteng yang
mengelilingi kedua kota tersebut. Kota Harappa dikelilingi benteng sepanjang
450 meter dan di sekitar benteng tersebut dibangun barak-barak untuk tempat
tinggal para pasukan. Di dekat barak-barak tersebut dibangun lumbung-lumbung
tempat menyimpan hasil pertanian dengan ukuran panjang 15 meter dan lebar 6
meter. Dari peninggalan-peninggalan tersebut para ahli menduga bahwa peradaban
lembah Sungai Indus telah menjalankan sistem pemerintahan yang bersifat
theokrasi. Tiap kota dipimpin oleh pendeta yang berkuasa secara mutlak. Jadi,
kedua kota tersebut diperkirakan telah memiliki pemerintahan pusat.
Sistem
Ekonomi
Sistem
perekonomian masyarakat lembah Sungai Indus sangat bergantung pada pengolahan
lahan pertanian di sekitar sungai. Di kawasan ini, petani menanam padi, gandum,
sayuran, buah-buahan, dan kapas. Selain itu mereka juga beternak sapi, kerbau,
domba, dan babi. Selain pertanian dan peternakan, perdagangan juga merupakan
aspek perekonomian penting bagi masyarakat lembah Sungai Indus. Kelebihan hasil
pertanian membuat mereka dapat melakukan perdagangan dengan bangsa lain
terutama dengan penduduk Mesopotamia. Barang dagangan yang diperjual-belikan
masyarakat lembah Sungai Indus adalah barang-barang dari perunggu dan tembaga,
bejana dari perak dan emas, serta perhiasan dari kulit dan gading.
Sistem
Kepercayaan
Sama
halnya dengan sistem kepercayaan bangsa Mesir dan Mesopotamia, tumbuh dan
berkembangnya sistem kepercayaan masyarakat lembah Sungai Indus selalu berkaitan
dengan lingkungan geografis tempat tinggalnya. Kebudayaan agraris yang
dikembangkan masyarakat lembah Sungai Indus telah melandasi kepercayaan yang
mereka anut. Untuk itu, masyarakat lembah Sungai Indus sangat mengagungkan dan
memuja akan kesuburan. Hal ini terbukti dengan ditemukannya sejenis patung
“Dewi Ibu” yang terbuat dari tanah liat. Patung dewi Ibu dipercayai sebagai
perwujudan dari dewi kesuburan.
Masyarakat lembah Sungai
Indus juga menyembah manusia berwajah tiga dan binatang yang banyak ditemukan
dalam cap stempel. Diduga cap stempel manusia berkepala tiga ini adalah dewa
utama mereka yang pada perkembangan selanjutnya menjadi Dewa Syiwa dalam agama
Hindu.
PENINGGALAN KEbUDAYAAN
Imam Raja dan the dancing girl
Dari hasil
penggalian di kota Harrapa ditemukan beberapa arca yang masih sempurna
bentuknya dan dua buah torso yang salah satunya berbentuk manusia bertangan
empat, berkepala tiga dan berdiri di ataskaki kanan dengan kaki kiri terangkat,
patung ini mirip dengan patung Siva Nataraya dari zaman kesenian Cola, India
Selatan. Di kota Mohenjo Daro ditemukan arca seorang pendeta berjanggut yang
memakai pita dan berpakaia dengan kain yang berhiaskan gambar-gambar yang
menyerupai daun semanggi. Hiasan ini juga lazim digunakan di daerah
Mesopotamia, Mesir, dan Kreta. Arca lain yang juga ditemukan berbentuk gadis
penari yang terbuat dari perunggu yang disebut the dancing girl.
Teori
penyebab yang kedua adalah saat kehidupan bangsa Dravida mulai berubah sejak
tahun 2000-an
SM karena adanya pendatang baru, bangsa
Arya. Mereka termasuk rumpun berbahasa Indo-Eropa dan berkulit putih.
Bangsa Arya ini mendesak bangsa Dravida ke bagian selatan India
dan membentuk Kebudayaan Dravida namun, sebagian lagi ada yang bercampur antara
bangsa Arya dan Dravida yang kemudian disebut bangsa Hindu. Oleh karena itu,
kebudayaannya disebut kebudayaan Hindu.
Bangsa Dravida
Kedua
peradaban kota ini diperkirakan lenyap bersamaan dengan datangnya bangsa Arya
yang berbahasa Sansekerta sekitar 1500 SM. Menghabiskan semua keturunan bangsa
Drawida. Sepeninggal hilangnya peradaban Lembah Sungai Indus dan Sungai Gangga,
kemudian muncul berbagai peradaban baru di wilayah India sebagai akibat dari
berbagai pengaruh luar seperti Persia (abad ke-6 SM), Alexander Agung (327 SM),
Arab (abad ke-8 M), Turki (abad ke-12 M), Afghan dan Mongol (abad ke-16), serta
Inggris (abad ke-19 M).
DAFTAR PUSTAKA
Badrika, wayan. 2003. sejarah
nasional Indonesia dan umum. Jakarta: Gelora Aksara Pratama
Asiah,
nur.2009. Peradaban di dunia. Jakarta: Mediantara Semesta
Erwin, Tutu Nuriah. 1990. Asia Selatan dalam Sejarah. Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Mulya, Tsg. 1948. India. Jakarta:
Balai Pustaka.
Sihombing. 1953. India.
Bandung: W.Van Hoeve.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar